Ilustrasi natah; Sumber Foto http://batuan.desa.id Umumnya setiap rumah di Bali memiliki halaman kosong yang disebut sebagai natah at...
![]() |
Ilustrasi natah; Sumber Foto http://batuan.desa.id |
Umumnya
setiap rumah di Bali memiliki halaman kosong yang disebut sebagai natah atau
natar. Natah ini memiliki banyak fungsi, baik fungsi sekala hingga fungsi
niskala. Kegiatan upacara, atau kegiatan bersosialisasi juga bisa dilakukan di
natah. Namun tak hanya di rumah saja yang mengenal natah, ada juga natah pura,
natah puri, natah desa, maupun natah griya.
Dosen
Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana, I Made Suarya
menyebutkan istilah natah ini juga dijumpai dalam geguritan yakni Geguritan
Sampik. Bunyinya: I Sampik tong nawang
natah, peragat di kamar mengeling (Si Sampik tidak mengenal natah, terus-menerus
menagis di kamar tidur).
Pada
umumnya rumah masyarakat Bali atau umah Bali terdapat tiga natah yaitu natah
sanggah (merajan), natah bale dan natah paon. Jika halaman di depan penunggun
karang dianggap sebagai natah, maka pada Umah Bali terdapat empat natah. “Namun
ada juga rumah tinggal yang memiliki dua natah natah yaitu natah merajan dan
natah bale. Adanya tiga natah yaitu natah merajan dan natah bale (natah
umah),dan natah penunggun karang ini, sesuai dengan konsep Arsitektur Nusantara
Bali atau Arsitektur Tradisional Bali, yang membedakan alam menjadi tiga yaitu
alam dewa, alam manusia dan alam bhuta,” tulis Suarya dalam Peranan Natah di dalam Kehidupan Masyarakat
Bali yang dimuat di Jurnal Permukiman “Natah” Vol. 1 No. 1 - Februari 2003.
Karena
natah merupakan simbol tiga alam, maka dalam upacara mecaru yang mempunyai
makna menyucikan alam, dilakukan pada tiga natah tersebut. Natah ini pun tak hanya
terdapat pada rumah tinggal masyarakat Bali tradisional atau tipe Bali
Majapahit melainkan terdapat juga pada umah Bali tipe Bali Aga seperti di Desa
Tenganan, Bugbug, Penglipuran dan sebagainya.
Suarya
menjelaskan, natah sanggah terletak di kaja kangin yaitu di tengah-tengah
sanggah, natah bale (natah umah) terletak di tengah-tengah umah dan natah paon
terletak di depan paon dan natah penunggun karang terletak kaja-kauh (barat
laut), sesuai dengan letak penunggun karang. Natah bale terletak bersebelahan
atau mempunyai hubungan langsung dengan sanggah dan ini terkait dengan hubungan
kegiatan saat diselenggarakannya upacara keagamaan.
Natah
merupakan representasi dari alam, sehingga atapnya adalah langit. “Natah yang
dikelilingi oleh meten, bale-delod, paon dan bale-dauh, panjangnya adalah jarak
antara meten dan paon; sedangkan lebarnya adalah jarak antara bale-dauh dan
bale-delod. Natah yang dikelilingi oleh meten, bale dangin, bale-delod dan
bale-dauh, panjangnya adalah jarak antara bale-dauh dan bale-dangin, sedangkan
lebarnya adalah jarak antara meten dan bale-delod,” tulisnya.
Dimensi
natah ditentukan berdasarkan kelipatan ukuran telapak kaki (tapak) pemilik
rumah, dengan sloka, pengurip dan sesa, sebagai indeks pemberi karakter. I
Gusti Made Putra dalam Arsitektur Tradisional Bali menyebutkan ada tiga cara di
dalam menentukan dimensi natah.
Pertama,
panjang dan lebar natah = 15 tapak + pengurip + sesa, dimana satu tapak = ± 30
cm, pengurip selebar telapak kaki = ± 10 cm. Sesa bervariasi dari dua tapak
sampai 40 tapak sesuai dengan pemaknaan atau karakter yang diinginkan. Sesa ini
diberlakukan kalau ukuran pekarangan cukup luas sehingga bangunan masih
memungkinkan digeser ke pinggir sehingga natah menjadi lebih luas. Ukuran natah
dari barat ke timur umumnya menggunakan sesa 2, 3, 4, 5, 6, 12, 13, 14, 15, 16,
21, 22, 23, 24, 25, 26, 32, 33, 34, dan 40.
Kedua,
dimensi natah berdasarkan tapak + pengurip atapak ngandang dengan sloka: bale
banyu, sanggar waringin, gedong simpen, macan pancuran, gajah palesungan, warak
katuron, dan gedong punggul. Dan ketiga, dimensi natah berdasarkan tapak
(telapak kaki) + pengurip atapak ngandang dengan sloka “asta wara” yaitu sri,
indra, guru, yama, rudra, brahma, kala, uma.
Sementara
itu, natah memiliki funsi yang sakral dan juga bersifat profan. Fungsi sakral
berkaitan dengan upacara keagamaan, sedangkan kegiatan yang bersifat profan
merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak berkaitan langsung dengan upacara
keagamaan. Selain itu, natah juga disebut mengandung tiga makna meliputi makna
filosofis tentang kekosongan, dimana pada kekosongan terdapat kebenaran yang
esensial, kedua natah sebagai pusat mengandung makna pertemuan antara purusa
dan pradhana yang memberikan kehidupan dan kemakmuran, serta ketiga natah
mengandung makna keselarasan kosmologi yaitu keselarasan antara mikrokosmos dan
makrokosmos yang dapat dilihat dalam dimensi natah berdasarkan ukuran telapak
kaki.
I
Gusti Made Putra, dalam Perubahan
Ekspresi Konsep Natah dalam Tata Ruang Di Bali yang dimuat dalam Jurnal
Permukiman Natah Vol. 1 No. 2 Juni 2003 mengatakan, dalam suatu natah umumnya
terdapat bangunan palinggih untuk pengijeng karang atau penunggun karang.
Fungsi natah adalah untuk melakukan kegiatan upacara yang berkaitan dengan
butha yadnya seperti mecaru; berkaitan dengan manusa yadnya seperti mabyakala
atau juga untuk prosesi upacara pernikahan; berkaitan dengan pitra yadnya
seperti prosesi menyucikan jenazah dan roh manusia.
“Fungsi
sosialnya adalah untuk penerimaan tamu yang berkaitan dengan upacara atau
perayaan. Fungsi kesehatannya adalah penyediaan ruang terbuka untuk mempermudah
memperoleh sinar matahari, penerangan, udara segar, dan lain-lainnya,” tulis Dosen
Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana ini.
Ia
juga menambahkan, natah merupakan media pertemuan antar unsur akasa (langit)
yang bersifat purusa (jantan) dan unsur pretiwi (bumi) yang bersifat pradana
(betina). Dimana pada setiap pertemuan kedua unsur ini akan menghasilkan cakal
bikal suatu bibit kehidupan yakni kehidupan keluarga.
I
Kadek Merta Wijaya dalam Konsepsi Natah
dan Lebuh sebagai “Ruang Keseimbangan” yang dimuat di Jurnal Arsitektur
Zonasi Volume 2 - Nomor 2 - Juni 2019 menambahkan, kegiatan ritual pecaruan di
pekarangan rumah yaitu di natah rumah bertujuan sebagai penetralisir
unsur-unsur negatif pekarangan rumah. Natah rumah juga difungsikan sebagai
ruang untuk kegiatan ritual pemelukatan anggota keluarga yang mengalami kotor
secara niskala; kegiatan upacara nyiramin jenazah; dan upacara pernikahan
anggota keluarga.
Disamping
itu ada pula konsep ‘penyelamatan diri’ atau evakuasi awal terhadap gempa bumi
dimana natah menjadi titik akhir yang dituju ketika terjadi gempa bumi. “Makna
keselamatan terlihat dari orientasi masa-masa bangunan dan akses keluar dari
masa bangunan yang beriorientasi ke ruang natah. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah akses menuju satu titik ketika terjadi kepanikan terhadap gempa
bumi,” tulisnya. (TB)
Berikut Videonya
Berikut Videonya