Perayaan Nyepi saka 1942 tahun 2020 dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Maret 2020. Sehingga untuk Pangerupukan akan dilaksanakan sehari sebel...
Perayaan
Nyepi saka 1942 tahun 2020 dilaksanakan pada hari Rabu, 25 Maret 2020. Sehingga
untuk Pangerupukan akan dilaksanakan sehari sebelumnya yaitu Selasa, 24 Maret
2020.
Dan
salah satu ciri khas dari Pangerupukan ini yaitu dilaksanakannya prosesi
mengarak ogoh-ogoh. Berbagai macam ogoh-ogoh akan diarak berkeliling desa
ataupun kota. Untuk mempersiapkan pangerupukan ini, sekaa teruna bahkan sudah
jauh-jauh hari mempersiapkannya yang diawali dengan membuat sketsa dari
ogoh-ogoh yang akan dibuat.
Berikut
82 sketsa ogoh-ogoh yang akan dibuat oleh sekaa teruna di Bali yang sudah
tersebar di media sosial dan dirangkum TelusurBali.com.
1. Bawi Srenggi
Sketsa ogoh ogoh St. Putra Baruna, Br. Delodpadonan, Pererenan, Badung berjudul Bawi Srenggi. Sketnya bisa dilihat di akun instagram @stt_putrabaruna
Sketsa ogoh ogoh St. Putra Baruna, Br. Delodpadonan, Pererenan, Badung berjudul Bawi Srenggi. Sketnya bisa dilihat di akun instagram @stt_putrabaruna
2. Krisna Murti Sang Brahala
Sewu
Ogoh-ogoh dari STT Yowana Manggala Bhakti, Banjar Karang Sari, Desa Dangin Puri Kaja, Denpasar bertajuk Krisna Murti Sang Brahala Sewu. Dikutip dari akun instagram @sttyowanamanggalabhakti mengangkat kisah Mahabharata.
Ogoh-ogoh dari STT Yowana Manggala Bhakti, Banjar Karang Sari, Desa Dangin Puri Kaja, Denpasar bertajuk Krisna Murti Sang Brahala Sewu. Dikutip dari akun instagram @sttyowanamanggalabhakti mengangkat kisah Mahabharata.
Singkat
cerita Prabu Kresna datang jauh-jauh dari Dwarawati bersama pasukannya menuju
Hastinapura untuk meminta Duryudana menyerahkan hak Pandawa atas sebagian tanah
Hastinapura. Hukuman diasingkan pun sudah dijalankan para Pandawa.
Resi
Bisma pun meminta sang raja Duryudana untuk menyerahkan hak Pandawa. Namun
keculasan Duryudana untuk menguasai Hastinapura tidak surut. Para tetua yang
hadir bersama Durjudana pun terdiam dibawah keangkuhan Durjudana. Prabu Kresna
kecewa mendapati hal ini.
Prabu
Kresna dengan amarah yang semakin memuncak menuju ke halaman istana
Hastinapura. Disanalah ia bertiwikrama menjadi raksasa Brahala Sewu. Raksasa
yang bisa menggetarkan Jongring Saloka.
3. Bhuta Tawon Tangis
ST Yowana Jaya, Banjar Lebah, Denpasar tahun 2020 membuat ogoh-ogoh berjudul Bhuta Tawon Tangis. Ceritanya yakni mengangkat tentang filosofi tawon di Bali.
ST Yowana Jaya, Banjar Lebah, Denpasar tahun 2020 membuat ogoh-ogoh berjudul Bhuta Tawon Tangis. Ceritanya yakni mengangkat tentang filosofi tawon di Bali.
Dikutif
dari akun @st.yowanajaya disebutkan salah satu keunikan budaya
bali adalah menyelami segala ciri alam untuk dipelajari demi kebaikan
masyarakatnya, salah satunya adalah mengamati adanya binatang lebah (tawon)
yang kadangkala bersarang di bangunan bali, baik rumah, pelinggih maupun
bangunan lainnya.
"Maka
janganlah mengusik keberadaan Lebah, jika itu mengganggu cukuplah menyomia
dengan upakara "Durmangala Prawesa"," tulis akun tersebut.
4. Raja Taksaka
STT Kumara Chanti, Banjar Petang Kelod, Desa Adat Petang, Kecamatan Petang Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Raja Taksaka. Sketsanya bisa dilihat di @stt.kumara_chanti
Tibubeneng,
Badung.
6. Mabang Sumirat
STT Kertha Budhi, Banjar Pengembungan,Pererenan,Mengwi Badung tahun 2020 mengangkat ogoh-ogoh berjudul Mabang Sumirat.
STT Kertha Budhi, Banjar Pengembungan,Pererenan,Mengwi Badung tahun 2020 mengangkat ogoh-ogoh berjudul Mabang Sumirat.
7. Sang Tri Semaya
Sang Tri Semaya merupakan ogoh-ogoh karya St. Putra Tunggal, banjar Belulang Kapal, Mengwi, Badung. Kisahnya diangkat dari lontar Barong Swari. Dalam lontar tersebut ada disinggung terjadinya tarian Barong, dimana diceritakan pada waktu Bhatari Uma dikutuk oleh Bhatara Guru (Hyang Siwa), menjadi Durga Dewi (Dewi Rohini).
Sang Tri Semaya merupakan ogoh-ogoh karya St. Putra Tunggal, banjar Belulang Kapal, Mengwi, Badung. Kisahnya diangkat dari lontar Barong Swari. Dalam lontar tersebut ada disinggung terjadinya tarian Barong, dimana diceritakan pada waktu Bhatari Uma dikutuk oleh Bhatara Guru (Hyang Siwa), menjadi Durga Dewi (Dewi Rohini).
Tatkala
Dewi Durga/Rohini beryoga, menghadap utara, menciptakan “gering lumintu“, yakni
penyakit yang menyebar terus menerus. Beryoga menghadap ke barat, menimbulkan
“gering amancuh“, yakni penyakit menular. Beryoga menghadap ke selatan, timbul
“gering rug bhuwana“, yakni penyakit yang mematikan. Beryoga menghadap ke
timur, timbul “gering ngutah bayar“, yakni muntah berak.
Demikian juga dari yoganya melahirkan para bhutakala yang beranekaragam dan para bhutakala itu bergembira dan berpestapora. Dengan timbulnya bermacam-macam penyakit, maka terancamlah manusia di dunia maya ini. Bhatara Siwa Guru, karena telah lama berpisah dengan Dewi Uma/Rohini, maka beliau turun ke dunia mengambil wujud Sanghyang Rudra Kala.
Sehingga
beliau berdua dapat bertemu, dengan mengambil wujud sama-sama angker, lupa
dengan sifat-sifat ke-dewa-an (suri sampat), hanya menjalankan hawa nafsu
ke-raksasa-an (asuri sampat). Dengan melihat kejadian itu Sanghyang
Tiga/Sanghyang Tri Murti, berbelas kasihan melihat kejadian dunia yang hancur
sedemikian rupa, beliau turun ke dunia, untuk menyelamatkan manusia dari
kehancuran, dengan jalan merubah diri, seperti:
*
Bhatara Brahma, mengambil wujud menjadi Topeng Bang.
* Bhatara Wisnu, mengambil wujud menjadi Telek.
* Bhatara Iswara, mengambil wujud menjadi Barong.
* Bhatara Wisnu, mengambil wujud menjadi Telek.
* Bhatara Iswara, mengambil wujud menjadi Barong.
Bersama-sama
beliau meruwat/menyucikan alam beserta isinya, hal ini diwujudkan dalam bentuk
“ngalawang“, yang mana Topeng Bang, Telek dan Barong menari/masolah dari pintu
rumah ke pintu rumah yang lain, yang disebut “ngalalu lawang“, sehingga larilah
para bhutakala dan segala penyakit yang menimpa manusia dan alam.
Barang siapa yang ingin mendapat perlindungan dari Sanghyang Tri Murti, maka pada waktu ada “Barong Ngalawang“, mereka mempersembahkan canangsari, dengan berisi sesari (uang), sebagai dasar permohonan. Di tempat mana ada orang maturan, di sana pula Topeng Bang, Telek dan Barong menari, sebagai lambang mengusir kekuatan negatif.
8. Tanting Mas Tanting Rat
Stt. Dwi Panca Wisma, Banjar Tegal Kajanan, Tegal Tugu, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Tanting Mas Tanting Rat yang merupakan sebuah teks yang menguak Perjalanan Walu Nateng Dirah.
Stt. Dwi Panca Wisma, Banjar Tegal Kajanan, Tegal Tugu, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Tanting Mas Tanting Rat yang merupakan sebuah teks yang menguak Perjalanan Walu Nateng Dirah.
Dikutip
dari akun instagram @stt.dwipancawisma disebutkan raja di Pedegelan yang
sangat pandai dalam semua jenis ilmu pengetahuan yang utama. Pada suatu hari
raja berembug denga permaisuri mengenai sebab tidak mempunyai putra, maka
menghadaplah beliau ke pura Dalem untuk madewasraya. Lalu turulah sabda dari
langit yang berpesan bahwa raja dan permaisuri itu akan mempunyai keturunan
dengan satu syarat, dalam perjalanan pulang nanti ke istana beliau tidak
diperkenankan menoleh kanan-kiri ataupun berkata-kata. Tetapi sang raja dan
permaisurinya lupa dengan sabda itu. Dalam perjalanannya pulang ke istana
beliau melihat dua ekor anak babi yang lucu dan gemuk, mereka berkeinginan
mempunyai anak seperti anak babi itu.
Tidak diceritakan berapa lama wktunya akhirnya sang permaisuru melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan akan tetapi yang lahir adalah babi, sesuai dengan perkataan beliau terdahulu. Oleh karena itu dibuanglah kedua anak babi itu ke kuburan. Babi yang perempuan kemudian bertapa di pura kahyangan dan babi yang laki-laki bertapa di Pura Dalem.
Anak babi yang perempuan didatangi oleh Bhatari Durgha dan memberi sang anak kesaktian tanpa tanding dengan wajah yang sangat cantik yang bernama Tanting Mas. Lalu disuruh pergi ke negeri Dirah sedangkan anak babi yang laki-laki didatangi oleh Bhatara Siwa dan diberi anugrah darma kepemangkuan, anak babi laki-laki babi itupun berubah menjadi anak yang tampan dan diberi nama Tanting Rat. Setibanya di jaba pura kakak-beradik itu berembug dan sepakat untuk ke negeri Dirah sesuai anjuran Bhatari Durgha.
Setelah sampai di Dirah dan bertemu sang raja Tanting Mas pun dijadikan permaisuri dan adiknya Tanting Rat diangkat menjadi pendeta istana dan diberi gelar Mpu Peradah. Dari hasil pernikahannya dengan sang raja Tanting Mas mempunyai anak yang bernama Ratna Manggali.
Pada suatu hari ketika Tanting Mas sedang menenun dan sang raja sedang mengadakan pertemuan Ratna manggali merengek-rengek lalu diperintahkan oleh ibunya untuk mencari sang ayah. Tiba di tempat sang ayah diperintahkan lagi ke tempat sang ibu. Tanting Mas pun marah dan menatap tajam sang raja.
Tidak diceritakan berapa lama wktunya akhirnya sang permaisuru melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan akan tetapi yang lahir adalah babi, sesuai dengan perkataan beliau terdahulu. Oleh karena itu dibuanglah kedua anak babi itu ke kuburan. Babi yang perempuan kemudian bertapa di pura kahyangan dan babi yang laki-laki bertapa di Pura Dalem.
Anak babi yang perempuan didatangi oleh Bhatari Durgha dan memberi sang anak kesaktian tanpa tanding dengan wajah yang sangat cantik yang bernama Tanting Mas. Lalu disuruh pergi ke negeri Dirah sedangkan anak babi yang laki-laki didatangi oleh Bhatara Siwa dan diberi anugrah darma kepemangkuan, anak babi laki-laki babi itupun berubah menjadi anak yang tampan dan diberi nama Tanting Rat. Setibanya di jaba pura kakak-beradik itu berembug dan sepakat untuk ke negeri Dirah sesuai anjuran Bhatari Durgha.
Setelah sampai di Dirah dan bertemu sang raja Tanting Mas pun dijadikan permaisuri dan adiknya Tanting Rat diangkat menjadi pendeta istana dan diberi gelar Mpu Peradah. Dari hasil pernikahannya dengan sang raja Tanting Mas mempunyai anak yang bernama Ratna Manggali.
Pada suatu hari ketika Tanting Mas sedang menenun dan sang raja sedang mengadakan pertemuan Ratna manggali merengek-rengek lalu diperintahkan oleh ibunya untuk mencari sang ayah. Tiba di tempat sang ayah diperintahkan lagi ke tempat sang ibu. Tanting Mas pun marah dan menatap tajam sang raja.
9. Dewi Durga
Dewi Durga merupakan ogoh-ogoh yang dibuat oleh St. Krisnamulia, Perum Taman Krisna Permai Tegal Jaya Falling, Kerobokan, Badung. Ogoh-ogoh Dewi Durga ini memcerminkan jiwa nya yang anggun dan membantai sifat yang dengki.
Dewi Durga merupakan ogoh-ogoh yang dibuat oleh St. Krisnamulia, Perum Taman Krisna Permai Tegal Jaya Falling, Kerobokan, Badung. Ogoh-ogoh Dewi Durga ini memcerminkan jiwa nya yang anggun dan membantai sifat yang dengki.
10. Dharmaraja
Sekaa Teruna Bhuana Kusuma, Br. Pesalakan Tuban, Badung, membuat ogoh-ogoh berjudul Dharmaraja. Sketsa bisa dilihat di @st.bhuanakusuma
Sekaa Teruna Bhuana Kusuma, Br. Pesalakan Tuban, Badung, membuat ogoh-ogoh berjudul Dharmaraja. Sketsa bisa dilihat di @st.bhuanakusuma
11.
Sang Bhuta Lilipan
STT Widya Karya Banjar Pempatan Munggu, Mengwi, Badung, Bali membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Bhuta Lilipan. Diceritakan Bhuta Lilipan adalah makhluk penghuni Tegal Penangsaran atau Neraka dalam mitologi Hindu Bali, ia merupakan golongan Chikrabala atau Jinkarabala yaitu pasukan Dewa Yama yang tugasnya menghukum dan menyiksa arwah-arwah yang selama hidupnya lebih banyak melakukan kejahatan ketimbang kebaikan.
STT Widya Karya Banjar Pempatan Munggu, Mengwi, Badung, Bali membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Bhuta Lilipan. Diceritakan Bhuta Lilipan adalah makhluk penghuni Tegal Penangsaran atau Neraka dalam mitologi Hindu Bali, ia merupakan golongan Chikrabala atau Jinkarabala yaitu pasukan Dewa Yama yang tugasnya menghukum dan menyiksa arwah-arwah yang selama hidupnya lebih banyak melakukan kejahatan ketimbang kebaikan.
.
Dalam Kekawin Bhimaswarga, Bhuta Lilipan digambarkan dalam wujud binatang raksasa bertubuh singa namun kepalanya menyerupai gajah, memiliki gading dan belalai, cakarnya sangat tajam, air liurnya beracun dan sekujur tubuhnya mengeluarkan api, Bhuta Lilipan memiliki tugas menghukum arwah orang mati yang selama hidupnya di dunia fana telah banyak membunuh hewan yang tidak sepatutnya dibunuh atau membunuh hewan dengan cara yang tidak manusiawi.
Dalam Kekawin Bhimaswarga, Bhuta Lilipan digambarkan dalam wujud binatang raksasa bertubuh singa namun kepalanya menyerupai gajah, memiliki gading dan belalai, cakarnya sangat tajam, air liurnya beracun dan sekujur tubuhnya mengeluarkan api, Bhuta Lilipan memiliki tugas menghukum arwah orang mati yang selama hidupnya di dunia fana telah banyak membunuh hewan yang tidak sepatutnya dibunuh atau membunuh hewan dengan cara yang tidak manusiawi.
13. Mesalaran Tipat Bantal
Stt.Tri Eka Dharma, Br.Jeroan, Padang luwih, Dalung membuat ogoh-ogoh berjudul "Mesalaran Tipat Bantal".
Stt.Tri Eka Dharma, Br.Jeroan, Padang luwih, Dalung membuat ogoh-ogoh berjudul "Mesalaran Tipat Bantal".
14. Kereb Akasa
St. Eka Dharma Shanti, Banjar Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Kereb Akasa. Kereb Akasa atau ajian Kereb Akasa merupakan salah satu ilmu leak tingkat tinggi dimana penggunanya bisa berubah wujud menjadi sebuah kain putih yang sangat panjang. Perlu waktu bertahun-tahun bagi orang penekun leak untuk mencapai tingkatan ini dan harus tekun memuja Dewi Durga Birawi yang berstana di Pura Dalem, karena Kereb Akasa adalah kerudung beliau.
St. Eka Dharma Shanti, Banjar Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Kereb Akasa. Kereb Akasa atau ajian Kereb Akasa merupakan salah satu ilmu leak tingkat tinggi dimana penggunanya bisa berubah wujud menjadi sebuah kain putih yang sangat panjang. Perlu waktu bertahun-tahun bagi orang penekun leak untuk mencapai tingkatan ini dan harus tekun memuja Dewi Durga Birawi yang berstana di Pura Dalem, karena Kereb Akasa adalah kerudung beliau.
Kata
"Kereb" berarti kerudung dan "Akasa" berarti langit, Kereb
Akasa bisa diartikan kerudung yang mampu menutupi langit, dimuat dalam berbagai
lontar di Bali, saat Dewi Durga turun ke bumi beliau membawa sebuah kain sutra
putih yang digunakan sebagai kerudungnya, lalu kerudung tersebut dihidupkan menjadi
mahkluk halus yang menjadi salah satu "ancangan" atau bawahan Dewi
Durga, mahluk halus itulah yang kemudian disebut sebagai Kereb Akasa.
Wujud
dari ancangan Dewi Durga inilah yang kemudian ditiru oleh penekun ilmu leak.
Perbedaan antara Kereb Akasa mahkluk halus ancangan Dewi Durga dengan Kereb
Akasa jadi-jadian manusia penganut ilmu leak. Menurut penuturan orang yang
pernah melihat Leak Kereb Akasa, kemunculannya selalu diawali dengan bau anyir
seperti mayat kemudian terlihat sesosok kain putih usang yang membentang sangat
panjang serta dipenuhi dengan kotoran tanah terbang meliuk-liuk kesana kemari.
Konon
Leak Kereb Akasa sangat jarang menyerang kecuali, ada orang yang berkata-kata
kotor atau bertindak sembarangan ketika berpergian, sehingga orang penekun leak
menjadi terganggu dan ingin memberinya pelajaran, maka ia akan berubah wujud
menjadi kain putih panjang yang kemudian menyerang korbannya dengan melilit dan
membungkus tubuh korbannya hingga sang korban menghilang, saat ditemukan korban
menjadi linglung bahkan gila.
15. Sang Hyang Cili Manik Maya
Br. Kerthi Yasa, Bona, Blahbatuh, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Hyang Cili Manik Maya
15. Sang Hyang Cili Manik Maya
Br. Kerthi Yasa, Bona, Blahbatuh, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Hyang Cili Manik Maya
16. I Tumpang Wredha
I Tumpang Wredha merupakan ogoh-ogoh yang dibuat St.Mekar Kusuma, Br.Gunung Pande, Tumbakbayuh, Mengwi, Badung.
I Tumpang Wredha merupakan ogoh-ogoh yang dibuat St.Mekar Kusuma, Br.Gunung Pande, Tumbakbayuh, Mengwi, Badung.
17. Bhomantaka Pralaya
Bandang Mamurti
St. Dharma Bakti Mandala, Br.Petangan Gede, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara mengusung ogoh-ogoh berjudul Bhomantaka Pralaya Bandang Mamurti.
St. Dharma Bakti Mandala, Br.Petangan Gede, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara mengusung ogoh-ogoh berjudul Bhomantaka Pralaya Bandang Mamurti.
19. ST. Tunggal Adnyana
Taruna
Berikut sketsa ogoh-ogoh ST. Tunggal Adnyana Taruna, Banjar Gelogor, Pemecutan, Denpasar. Bisa juga dilihat di akun @st_tunggaladnyanataruna
Berikut sketsa ogoh-ogoh ST. Tunggal Adnyana Taruna, Banjar Gelogor, Pemecutan, Denpasar. Bisa juga dilihat di akun @st_tunggaladnyanataruna
20. ST. Putra Kencana
Ini penampakan sketsa ogoh-ogoh ST Putra Kencana, Br.Dauh Tangluk, Banjar Dauh Tangluk, Kesiman, Denpasar.
Ini penampakan sketsa ogoh-ogoh ST Putra Kencana, Br.Dauh Tangluk, Banjar Dauh Tangluk, Kesiman, Denpasar.
21. Maha Kali
Maha Kali merupakan sketsa ogoh-ogoh Stt. Satma Cita, Br. Kelandis, Desa Sumerta Kauh, Denpasar Timur.
Maha Kali merupakan sketsa ogoh-ogoh Stt. Satma Cita, Br. Kelandis, Desa Sumerta Kauh, Denpasar Timur.
22. Stt Divta Yowana
Penampakan sketsa ogoh-ogoh Stt Divta Yowana, Br. Sading Sari, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat.
Penampakan sketsa ogoh-ogoh Stt Divta Yowana, Br. Sading Sari, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat.
23. Tabuan Poleng
St. Binnayaka Dharma, Br.Ujung Kesiman, Denpasar membuat ogoh-ogoh berjudul Tabuan Poleng.
St. Binnayaka Dharma, Br.Ujung Kesiman, Denpasar membuat ogoh-ogoh berjudul Tabuan Poleng.
24. Parasurama
St Yowana Narmada Dharma Kerti, Br. Gaga, Tamanbali, Bangli membuat ogoh-ogoh berjudul Parasurama.
St Yowana Narmada Dharma Kerti, Br. Gaga, Tamanbali, Bangli membuat ogoh-ogoh berjudul Parasurama.
25. Bhuta Tog Tog Sil
St. Yowana Pada, Br. Palak, Ds. Selat, Klungkung membuat ogoh-ogoh bertajuk Bhuta Tog Tog Sil.
St. Yowana Pada, Br. Palak, Ds. Selat, Klungkung membuat ogoh-ogoh bertajuk Bhuta Tog Tog Sil.
26. Dalem Bungkut
St Mekar Jaya, Padang Sumbu Kaja membuat ogoh-ogoh berjudul Dalem Bungkut. Dalam akun @stmekarjayapadangsumbukaja dituliskan, “Sira juga pramana wasa wasitwa irikang loka. Kawisesan ri wekasan, yatika dyaken katekana jiwanta ri dakara ri niskala.”
St Mekar Jaya, Padang Sumbu Kaja membuat ogoh-ogoh berjudul Dalem Bungkut. Dalam akun @stmekarjayapadangsumbukaja dituliskan, “Sira juga pramana wasa wasitwa irikang loka. Kawisesan ri wekasan, yatika dyaken katekana jiwanta ri dakara ri niskala.”
27. St.Cipta Karya
Ini adalah penampakan sketsa ogoh-ogoh St.Cipta Karya, Br.Panca Warga, Mengwitani, Mengwi, Badung.
Ini adalah penampakan sketsa ogoh-ogoh St.Cipta Karya, Br.Panca Warga, Mengwitani, Mengwi, Badung.
28. Lembu Swana
Sekha Truna Tri Mandala Sandhi, Banjar Lebah Belodan, Desa Dajan Peken, Kota Tabanan membuat ogoh-ogoh berjudul Lembu Swana.
Sekha Truna Tri Mandala Sandhi, Banjar Lebah Belodan, Desa Dajan Peken, Kota Tabanan membuat ogoh-ogoh berjudul Lembu Swana.
29. Raksasa Sanggulan
ST. Eka Budhi (STEB), Br. Tegal Belodan, Desa Dauh Peken, Tabanan membuat ogoh-ogoh berjudul Raksasa Sanggulan.
ST. Eka Budhi (STEB), Br. Tegal Belodan, Desa Dauh Peken, Tabanan membuat ogoh-ogoh berjudul Raksasa Sanggulan.
30. Ajian Pudak Setegal
St . Eka Dharma Canthi, Br. Kancil, Kerobokan, Kuta Utara, Badung menggarap ogoh-ogoh berjudul Ajian Pudak Setegal.
St . Eka Dharma Canthi, Br. Kancil, Kerobokan, Kuta Utara, Badung menggarap ogoh-ogoh berjudul Ajian Pudak Setegal.
31. Bima Ruci
Bima Ruci merupakan ogoh-ogoh yang dibuat ST. Yowana Dharma Kerti, Banjar Pagutan, Padangsambian Kaja, Denpasar.
Bima Ruci merupakan ogoh-ogoh yang dibuat ST. Yowana Dharma Kerti, Banjar Pagutan, Padangsambian Kaja, Denpasar.
32. Sanghyang Penyalin
Sekaa Teruna Dhananjaya, Banjar Danginpeken, Desa Adat Intaran, Sanur Kauh, Denpasar, Bali membuat ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin.
Sekaa Teruna Dhananjaya, Banjar Danginpeken, Desa Adat Intaran, Sanur Kauh, Denpasar, Bali membuat ogoh-ogoh Sanghyang Penyalin.
33. Matah Gede
St.Manik Kencana, Pengosekan Kelod, Ubud, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Matah Gede. "Desain ogoh-ogoh tahun 2020 “Matah Gede” dengan lampan Calonarang astungkara metaksu," tulis akun @st.manikkencana
St.Manik Kencana, Pengosekan Kelod, Ubud, Gianyar membuat ogoh-ogoh berjudul Matah Gede. "Desain ogoh-ogoh tahun 2020 “Matah Gede” dengan lampan Calonarang astungkara metaksu," tulis akun @st.manikkencana
34. Jabang Tetuka
St.Satya Muni (ST.SM), Br Selat Beringkit, Mengwitani , Kec Mengwi, Kab Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Jabang Tetuka. Jabang tetuka dipetik dari bahasa Sansekerta yang merujuk pada kisah Mahabharata yang menceritakan tentang bagaimana kepahlawan sang Bima putra Pandu yang menjunjung ke empat saudaranya (Panca Pandawa) beserta ibunda tercinta Dewi Kunti pada bahunya.
St.Satya Muni (ST.SM), Br Selat Beringkit, Mengwitani , Kec Mengwi, Kab Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Jabang Tetuka. Jabang tetuka dipetik dari bahasa Sansekerta yang merujuk pada kisah Mahabharata yang menceritakan tentang bagaimana kepahlawan sang Bima putra Pandu yang menjunjung ke empat saudaranya (Panca Pandawa) beserta ibunda tercinta Dewi Kunti pada bahunya.
Hal
ini dilaksanakan guna menyelamatkan marabahaya kobaran api neraka kawah Jabang
Tetuka (kawah candra dimuka) yang direncanakan licik oleh para korawa.
Makna yang terkandung yakni nilai filosofi luhur tentang kebersamaan dalam keselarasan dan keharmonisan, serta nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung melalu kekuataan energi positif yang dimiliki oleh bima untuk menyelarasakan antara bhuana agung dan bhuana alit dengan tujuan mencapai mokshartam jagaddhita ya ca icidharma.
Segala kekuatan dalam keseluruhan energi semesta maka kebajikan terefleksi pada diri Bima akan terwujud kekuatan melalui puja doa serta bhakti yang harmonis.
Maka Dari cerita tersebut terciptalah garapan seni berupa wujud ogoh-ogoh dengan judul "Jabang Tetuka"
35. Brahmana Keling (Dalem
Sidakarya)
STT Kertha Giri, Br Pekuwon, Bangli, Bali membuat ogoh-ogoh Brahmana Keling (Dalem Sidakarya).
STT Kertha Giri, Br Pekuwon, Bangli, Bali membuat ogoh-ogoh Brahmana Keling (Dalem Sidakarya).
36. Kala Raja Astra
Kala Raja Astra adalah ogoh-ogoh karya Sekaa Teruna Teruni Tri Amertha, Darmasaba, Badung.
Kala Raja Astra adalah ogoh-ogoh karya Sekaa Teruna Teruni Tri Amertha, Darmasaba, Badung.
37. Hidimbataka
St. Eka Citta Dharma Sesana, Br. Tengah, Desa Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara membuat ogoh-ogoh bertajuk Hidimbataka.
St. Eka Citta Dharma Sesana, Br. Tengah, Desa Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara membuat ogoh-ogoh bertajuk Hidimbataka.
38. Bhutakala Sungsang
Stt Dwi Dharma Tunggal, Br. Tegeh, Baturiti, Tabanan membuat ogoh-ogoh Bhutakala Sungsang. Dikutip dari akun @stt2d1 dituliskan bahwa kisah itu berawal saat Bhatara Siwa menyuruh Dewi Uma untuk mencari susu yang tugasnya sangat berat dilakukan, dalam memperoleh susu Dewi Uma harus merelakan diri untuk melayani si pengembala, ketika telah mendapatkan susu dan kembali ke Siwa Loka untuk menyerahkannya kepada Dewa Siwa, Dewi Uma melakukan kebohongan.
Stt Dwi Dharma Tunggal, Br. Tegeh, Baturiti, Tabanan membuat ogoh-ogoh Bhutakala Sungsang. Dikutip dari akun @stt2d1 dituliskan bahwa kisah itu berawal saat Bhatara Siwa menyuruh Dewi Uma untuk mencari susu yang tugasnya sangat berat dilakukan, dalam memperoleh susu Dewi Uma harus merelakan diri untuk melayani si pengembala, ketika telah mendapatkan susu dan kembali ke Siwa Loka untuk menyerahkannya kepada Dewa Siwa, Dewi Uma melakukan kebohongan.
Ia
tidak menyebutkan asal muasal dimana susu itu diperolehnya namun, dengan Tenung
Aji Saraswati Dewa Ganesha membeberkan kebohongan yang dilakukan ibunya terkait
asal usul memperoleh susu, mendengar penjelasan Dewa Ganesha seketika Tenung
Aji Saraswati tersebut dilenyapkan menjadi abu oleh api kemarahan Dewi Uma,
melihat Dewi Uma yang telah berani membakar Tenung Aji Saraswati dan berusaha
berbohong dalam memperoleh susu menimbulkan kemarahan bagi Dewa Siwa.
Saat
itulah kemudian Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma turun kedunia menjelma menjadi Dewi
Dhurga, turun kedunia sebagai penguasa kuburan dan menebar penyakit, setelah
dikutuk untuk turun kedunia Dewi Dhurga berstana sebagai Dewa penguasa kuburan
yang diikuti 108 Bhuta Bhuti yang salah satunya Bhutakala Sungsang, tugas dari
Bhutakala Sungsang adalah menebar berbagai macam penyakit, menciptakan
kekeringan, kebencanaan didunia.
Akan
tetapi sasaran utamanya adalah manusia yang lupa berbakti kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Penyakit dan segala kebencanaan yang di ciptakan oleh Dewi Dhurga
dan pengikutnya bertujuan untuk menyadarkan manusia untuk selalu ingat dan
berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai cara untuk mengurangi
gangguan yang ditimbulkan oleh kekuatan Dewi Dhurga dan pengikutnya dilakukan
dengan mempersembahkan Bhuta Yadnya yang dilakukan hingga saat ini.
39. Bawi Srenggi
ST.Swasembada, Br. Gunung Sari, Mengwitani, Mengwi, Badung membuat ogoh-ogoh Bawi Srenggi.
ST.Swasembada, Br. Gunung Sari, Mengwitani, Mengwi, Badung membuat ogoh-ogoh Bawi Srenggi.
40. Bhuta Nawa Gempang
Pura Taman Sari Sesetan, Br.Kelompok Batas Dukuh Sari membuat ogoh-ogoh bertajuk Bhuta Nawa Gempang.
Pura Taman Sari Sesetan, Br.Kelompok Batas Dukuh Sari membuat ogoh-ogoh bertajuk Bhuta Nawa Gempang.
41. Cingkarabala
Cingkarabala adalah tema ogoh-ogoh dari ST.Ratna Wangsa, Br. Tengah, Ds. Getasan, Kec. Petang, Kab. Badung.
Cingkarabala adalah tema ogoh-ogoh dari ST.Ratna Wangsa, Br. Tengah, Ds. Getasan, Kec. Petang, Kab. Badung.
42. Bagia Pula Kerti
Bagia Pula Kerti diangkat oleh ST. Bina Remaja, Br. Bengkel Buduk, Ds. Bengkel, Kediri, Tabanan sebagai lakon ogoh-ogoh tahun 2020. Dikutip dari akun @st.binaremaja dituliskan sesuai dengan namanya yaitu Bagia = Bahagia, Pula = Menanam, dan Kerti = Perbuatan. Jadi arti keseluruhannya adalah Bahagia karena telah menanam sesuatu yang baik (suci).
Bagia Pula Kerti diangkat oleh ST. Bina Remaja, Br. Bengkel Buduk, Ds. Bengkel, Kediri, Tabanan sebagai lakon ogoh-ogoh tahun 2020. Dikutip dari akun @st.binaremaja dituliskan sesuai dengan namanya yaitu Bagia = Bahagia, Pula = Menanam, dan Kerti = Perbuatan. Jadi arti keseluruhannya adalah Bahagia karena telah menanam sesuatu yang baik (suci).
Lebih
jauh Bagia Pula Kerti dapat diartikan sebagai bukti telah melakukan upacara
yadnya yang utama. Namun, jika manusia tidak dapat menaman perbuatan yang suci
demi kebahagiaanya maka bahagia yang ia perolehnya akan murka (memirga) menjadi
sifat momoangkara
"Berangkat dari filosofi tersebut penggarap ingin mentranfomasikan bagia menjadi sebuah garapan ogoh ogoh. Dimana harapannya manusia selalu berbuat baik untuk kebahagiaannya dan lingkungannya," tulisnya.
"Berangkat dari filosofi tersebut penggarap ingin mentranfomasikan bagia menjadi sebuah garapan ogoh ogoh. Dimana harapannya manusia selalu berbuat baik untuk kebahagiaannya dan lingkungannya," tulisnya.
43. ST. Dharma Dirga Yana
Sketsa ogoh-ogoh ST. Dharma Dirga Yana, Br. Padangsambian, Desa Pakraman Padangsambian, Denpasar, Bali
Sketsa ogoh-ogoh ST. Dharma Dirga Yana, Br. Padangsambian, Desa Pakraman Padangsambian, Denpasar, Bali
44. Kewisesan Durga
Prajapati
St Putra Kahyangan, Banjar Tewel Sari, Intaran, Sanur membuat ogoh-ogoh bertajuk Kewisesan Durga Prajapati.
St Putra Kahyangan, Banjar Tewel Sari, Intaran, Sanur membuat ogoh-ogoh bertajuk Kewisesan Durga Prajapati.
45. Tri Guna
St. Eka Sentana, Banjar Sebelanga, Dauh Puri Kauh, Denpasar Barat membuat ogoh-ogoh Tri Guna. Tri guna merupakan tiga unsur sifat manusia yang menyerupai satwan, rajas, tamas. Satwan adalah sifat manusia baik, penyabar, dan pemaaf. Rajas adalah dimana sifat manusia yg pemarah.
St. Eka Sentana, Banjar Sebelanga, Dauh Puri Kauh, Denpasar Barat membuat ogoh-ogoh Tri Guna. Tri guna merupakan tiga unsur sifat manusia yang menyerupai satwan, rajas, tamas. Satwan adalah sifat manusia baik, penyabar, dan pemaaf. Rajas adalah dimana sifat manusia yg pemarah.
Dan
tamas adalah sifat manusia pemalas dan rakus / tamak. Dalam diri manusia ada
unsur Tri Guna yang jadi musuh kita yaitu sifat rajas dan tamas, dimana sifat
satwam yang menjadi penyeimbang sikap rajas dan tamas.
46. Sang Hyang Kala Ludra
ST. Teruna Jaya, Br. Umadui, Desa Adat Kerobokan, Kuta Utara membuat ogoh-ogoh Sang Hyang Kala Ludra. Ketika Sanghyang Siwa sangat merindukan Dewi Uma, setelah berubah wujud menjadi Sanghyang Kala Ludra, turunlah Dewa Siwa ke bumi menemui istrinya yang sudah menjadi raksasa.
ST. Teruna Jaya, Br. Umadui, Desa Adat Kerobokan, Kuta Utara membuat ogoh-ogoh Sang Hyang Kala Ludra. Ketika Sanghyang Siwa sangat merindukan Dewi Uma, setelah berubah wujud menjadi Sanghyang Kala Ludra, turunlah Dewa Siwa ke bumi menemui istrinya yang sudah menjadi raksasa.
Pertemuan
Kala Rudra dengan Durga berakibat guncangan yang sangat luar biasa, berakibat
mewabahnya segala penyakit, pembunuhan, kebakaran hutan, tsunami dan gempa
bumi. Melihat kenyataan tersebut, maka Sanghyang Tri Semaya (Brahma, Wisnu dan
Iswara) turun ke bumi untuk menetralisir keadaan dengan menggelar berbagai
bentuk kesenian, yakni Brahma menjadi Topeng Jauk, Wisnu menjadi Telek dan
Iswara menjadi Barong.
Berkat
peran Sanghyang Trisemaya, keadaan dunia merangsur-angsur pulih kembali dan
Kala Ludra serta Durga kembali ke wujud semula, yakni Dewa Siwa dan Dewi Uma
dengan "Somya Rupa".
47. Stt. Dharma Santika
Berikut sketsa ogoh-ogoh Stt. Dharma Santika, Br.Sari, Ds.Gumbrih, Jembrana.
Berikut sketsa ogoh-ogoh Stt. Dharma Santika, Br.Sari, Ds.Gumbrih, Jembrana.
48. Paksi Durga Maya
ST. Sandhi Wigraha, Banjar Kelan Abian, Desa Kelan, Badung membuat ogoh-ogoh bertajuk Paksi Durga Maya.
ST. Sandhi Wigraha, Banjar Kelan Abian, Desa Kelan, Badung membuat ogoh-ogoh bertajuk Paksi Durga Maya.
49. Kama Salah
St. Yowana Kertha Sanggraha, Pura Pujastuti, Canggu, Kuta Utara, Badung membuat ogoh-ogoh Kama Salah. Diceritakan Dewa Siwa mengelilingi dunia bersama istrinya. Beliau naik diatas punggung Lembu Andini, terbang diangkasa.
St. Yowana Kertha Sanggraha, Pura Pujastuti, Canggu, Kuta Utara, Badung membuat ogoh-ogoh Kama Salah. Diceritakan Dewa Siwa mengelilingi dunia bersama istrinya. Beliau naik diatas punggung Lembu Andini, terbang diangkasa.
Setelah
selesai mengelilingi hutan/ daratan, kebetulan waktu matahari terbenam, waktu
senjakala, sinar matahari merah menyinari air samudra, menimbulkan asmaranya
bangkit kepada dewi uma, Tetapi sayang Dewi Uma tidak menanggapinya, Dewi Uma
mengharap agar Dewa Siwa lebih sabar.
Karena
tak kuasa menahan gairah & timbul amarahnya, Kama (benih) Dewa Siwa
terlanjur keluar dan tumpah di samudra, menggelegar suaranya. Segera beliau
kembali ke khayangan. Air samudra masih hebat membual-bual, gegap gempita
suaranya, menggemparkan para Dewa. Dewa Siwa bersabda bahwa yang tampak
bersinar itu disebut Kama Salah. Dan menyuruhnya untuk membinasakannya.
Namun
apa daya, mereka semua yang diperintahkan, tak sanggup membunuhnya. Bahkan Para
Dewa lari kocar- kacir, tunggang langgang dikarenakan kuatnya Kama Salah ini.
Sampai akhir kata, Dewa Siwa memberi wejangan kepada Kama Salah bahwa ia adalah
putera dari Dewa Siwa. Kemudian ia diberi nama Batara Kala dan lalu disuruhnya
untuk memematahkan taring nya agar bisa diakui sepagai putra Dewa Siwa.
50. Yuga Pralaya
Yuga Pralaya merupakan tema ogoh-ogoh ST. Eka Dharma Cita, Br. Seribupati, Ds. Cau Belayu, Kec. Marga, Kab. Tabanan. Dalam kitab upanisad dinyatakan: “Purnamadah purnamidam, purnat purnam udayate, purnasya purnamadaya, purnam eva awacisyate.” Tuhan itu maha sempurna, alam semesta inipun sempurna, dan dari yang sempurna lahirlah yang sempurna, walaupun dari yang sempurna (Tuhan) diambil oleh yang sempurna (alam semesta) tetapi sisanya (Tuhan) tetap sempurna adanya.
Yuga Pralaya merupakan tema ogoh-ogoh ST. Eka Dharma Cita, Br. Seribupati, Ds. Cau Belayu, Kec. Marga, Kab. Tabanan. Dalam kitab upanisad dinyatakan: “Purnamadah purnamidam, purnat purnam udayate, purnasya purnamadaya, purnam eva awacisyate.” Tuhan itu maha sempurna, alam semesta inipun sempurna, dan dari yang sempurna lahirlah yang sempurna, walaupun dari yang sempurna (Tuhan) diambil oleh yang sempurna (alam semesta) tetapi sisanya (Tuhan) tetap sempurna adanya.
Sloka
ini menunjukkan bahwa alam diciptakan dan akan kembali kepadaNya dan saat
itulah terjadi Kiamat. Saat ini alam semesta sedang berada di tahun ke 51
Brahma. Setelah Brahma melewati usia yang ke-100, siklus yang baru
dimulai lagi, segala ciptaan yang dimusnahkan diciptakan kembali, begitu
seterusnya. Setiap satu siklus disebut dengan Maha Yuga.
Di
setiap akhir dari Maha Yuga, sifat manusia akan semakin serakah kepada alam dan
jahat pada sesama manusia maka pada saat itu akan terjadi banyak kematian
akibat perang atau karena kemarahan alam dalam berbagai bentuk bencana alam
untuk memusnahkan kehidupan manusia, masa pemusnahan itu disebut dengan "Yuga
Pralaya".
51. Lembu Nandiswara
Sekaa Teruna (ST) Bina Manggala Santhi, Banjar Mertagangga, Ubung Kaja , Denpasar Utara pada nyepi saka 1942 ini akan membuat ogoh-ogoh berjudul Lembu Nandiswara. Sketsa dari ogoh-ogoh mereka telah diunggah pada akun instagram @st.bms.
Sekaa Teruna (ST) Bina Manggala Santhi, Banjar Mertagangga, Ubung Kaja , Denpasar Utara pada nyepi saka 1942 ini akan membuat ogoh-ogoh berjudul Lembu Nandiswara. Sketsa dari ogoh-ogoh mereka telah diunggah pada akun instagram @st.bms.
Ogoh-ogoh ini berbentuk raksasa berbadan kekar dengan kepala berbentuk lembu (sapi putih). Di mana dalam penggambarannya Lembu Nandiswara ini sedang terbang.
52. Camunda Ahamkara
ST Eka Pramana, Banjar Merta Rauh, Dangin Puri Kangin membuat ogoh-ogoh berjudul Camunda Ahamkara. Dalam sketsa yang diunggah di akun @st.ekapramana terlihat sesosok makhluk raksasa bertangan empat sedang melakukan yoga dan salah satu tangannya memegang kepala manusia.
Pada akun instagramnya juga dibubuhi caption, “egoisme dan nafsu yang tidak terputus-putus selalu menjadi pendamping manusia dari sejak lahir, hanya diri kita sendiri yang dapat melahap (mengendalikan) hawa nafsu dan egoisme kita sendiri (ahamkara)”
Sosok Kumbakarna diangkat kembali oleh ST Trisna Yowana Kencana yang merupakan sekaa teruna Gang Subak, Dalung, Badung. Sketsa dari ogoh-ogoh mereka juga sudah diposting di akun @st.trisnayowanakencana.
ST Dwi Bhuana Santhi, Desa Tibubeneng, Badung mengangkat kisah burung raksasa Jatayu yang dibunuh oleh Rahwana. Mereka memberi judul Jatayu Pralaya.
Dituliskan dalam caption postingan instagramnya, Jatāyū adalah putra dari Aruna dan keponakan Garuda. Ia merupakan saudara Sempati. Ia adalah seekor burung yang melihat bagaimana Dewi Sita diculik oleh Rawana.
Ketika Sita menjerit-jerit karena dibawa kabur oleh Rawana, Jatayu yang sedang berada di dahan sebuah pohon mendengarnya. Ia melihat ke atas, dan tampak Rahwana terbang membawa Sita, puteri Prabu Janaka. Jatayu yang bersahabat dengan Raja Dasarata, merasa bertanggung jawab terhadap Sita yang merupakan istri putera sahabatnya, Sri Rama. Dengan jiwa ksatria meluap-luap dan berada di pihak yang benar, Jatayu tidak gentar untuk melawan Rawana. Ia menyerang Rahwana dengan segenap tenaganya. Namun Jatayu sudah renta.
Ketika ia sedang berusaha menyelamatkan Sita dari Rahwana, sayapnya ditebas dengan pedang oleh Rawana. Jatayu bernasib naas. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan darahnya berceceran. Ketika Sang Rama dan Lakshmana sedang menelusuri hutan untuk mencari Dewi Sita, tampak oleh mereka darah berceceran. Setelah dicari asalnya, mereka menemukan seekor burung tanpa sayap sedang sekarat.
Burung tersebut mengaku bernama Jatayu, yang berusaha menolong Dewi Sita karena diculik Rahwana. Namun usahanya tidak berhasil sehingga Dewi Sita dibawa kabur ke oleh Rahwana ke kerajaan Alengka. Melihat keadaan Sang Jatayu yang sekarat, Sang Rama memberi hormat untuk yang terakhir kalinya, kemudian Jatayu menghembuskan napas terakhirnya.
Jika ST Dwi Bhuana Santhi, Desa Tibubeneng mengangkat kisah Jatayu, maka ST Eka Tri Santhi, Br. Pelambingan, Tibubeneng membuat ogoh-ogoh dengan judul Sang Kalikemaya.
ST Eka Dharma Putra, Br. Aseman Kangin, Tibubeneng, Badung mengangkat kisah Dewi Durga dengan judul Pastu Durga. Dalam unggahan sketsa ogoh-ogohnya di akun @st.ekadharmaputra disertai caption, “Om Catur Dewa Maha Sakti, Catur Asrama Bhatari, Siwa Jagatpati Dewi, Durga Sarira Dewi“
Ketika sebuah kesetiaan dipermainkan, Hanya akan membawa petaka, Cahaya yang telah redup tak dapat dihidupkan, Yang tersisa hanyalah kegelapan “Pastu Durga”.
Ketika sebuah kesetiaan dipermainkan, Hanya akan membawa petaka, Cahaya yang telah redup tak dapat dihidupkan, Yang tersisa hanyalah kegelapan “Pastu Durga”.
ST Susila Bhakti, Tibubeneng, Badung akan membuat ogoh-ogoh yang berjudul Semara Reka. Sketsa ogoh-ogoh mereka diunggah pada akun @stsb__
Vatana Padangsambian, Denpasar membuat ogoh-ogoh berjudul Taksu Sang Hyang Legong. Ogoh-ogoh ini terinspirasi dari Tari Legong yang sudah tak asing lagi di Bali. “Tari Legong tercipta berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Ketika beliau melakukan tapa di Pura Jogan Agung desa Ketewel ( wilayah Sukawati ), beliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di surga. Mereka menari dengan menggunakan hiasan kepala yang terbuat dari emas,” tulis akun @vatana.45team.
Ketika beliau sadar dari semedinya, segeralah beliau menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat beberapa topeng yang wajahnya tampak dalam mimpi beliau ketika melakukan semedi di Pura Jogan Agung dan memerintahkan pula agar membuatkan tarian yang mirip dengan mimpinya. Akhirnya Bendesa Ketewel pun mampu menyelesaikan sembilan buah topeng sakral sesuai permintaan I Dewa Agung Made Karna. Pertunjukan tari Sang Hyang Legong pun dapat dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua orang penari perempuan.
Ketika beliau sadar dari semedinya, segeralah beliau menitahkan Bendesa Ketewel untuk membuat beberapa topeng yang wajahnya tampak dalam mimpi beliau ketika melakukan semedi di Pura Jogan Agung dan memerintahkan pula agar membuatkan tarian yang mirip dengan mimpinya. Akhirnya Bendesa Ketewel pun mampu menyelesaikan sembilan buah topeng sakral sesuai permintaan I Dewa Agung Made Karna. Pertunjukan tari Sang Hyang Legong pun dapat dipentaskan di Pura Jogan Agung oleh dua orang penari perempuan.
STT Eka Darma Banjar Beluluk Timpag mengangkat kisah awatara Wisnu yakni Narasinga Murti dengan judul Narasimha Murti. Dijelaskan pada akun @sttekadarma_ pada akhir zaman Satyayuga, seorang Raja Asura bernama Hiranyakasipu sangat membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Dewa Wisnu termasuk pengikutnya. Karena bertahun tahun lalu, Hiranyaksa (adiknya) dibunuh oleh Waraha Awatara.
Untuk mendapatkan kesaktian, ia melakukan tapa kepada Dewa Brahma. Ia kemudian memohon berkat untuk hidup abadi. Namun Dewa Brahma tak dapat mengabulkannya. Hiranyakasipu hanya tidak dapat dibunuh oleh Manusia, Hewan, maupun Dewa; saat pagi, siang, maupun malam; di luar maupun di dalam rumah; di air, darat, maupun udara; dan tidak dapat dibunuh dengan segala macam senjata.
Di rumah Hiranyakasipu, Dewa Indra dan bala tentaranya menyerbu. Untungnya, Narada datang dan menyelamatkan Lilawati (istri Hiranyakasipu) dan Prahlada (anak Hiranyakasipu). Prahlada kemudian dididik oleh Narada untuk menjadi pengikut Dewa Vishnu.
Mengetahui hal tersebut, Hiranyakasipu marah besar dan mencoba membunuh anaknya sendiri. Namun, setiap kali mencoba, ia selalu tidak dapat membunuh anaknya. Kekuatan Dewa Wisnu yang tidak terlihat oleh mata Hiranyakasipu selalu menolong Prahlada. Hiranyakasipu pun menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada berkata, “Ia berada di mana-mana, Ia di sini, dan Ia akan muncul.”
Pada petang hari itu, Dewa Vishnu muncul sebagai Narasinga Awatara (manusia berkepala singa dan berkuku tajam). Narasinga Awatara dapat mengakhiri Hiranyakasipu. Karena waktu yang tepat, berkat Dewa Brahma tidak berlaku lagi. Hiranyakaksipu memang dibunuh tidak oleh manusia, hewan, maupun dewa; tidak di air, darat, ataupun udara, melainkan di pangkuan Narasinga; tidak di dalam maupun di dalam rumah, melainkan di antaranya; tidak dibunuh dengan senjata, melainkan dengan kuku Narasinga.
Intinya adalah Beliau ada dimana-mana dan akan melindungi setiap pengikutnya tanpa memandang keturunan melainkan hanya ketulusan dan perbuatan baik orang tersebut.
Untuk mendapatkan kesaktian, ia melakukan tapa kepada Dewa Brahma. Ia kemudian memohon berkat untuk hidup abadi. Namun Dewa Brahma tak dapat mengabulkannya. Hiranyakasipu hanya tidak dapat dibunuh oleh Manusia, Hewan, maupun Dewa; saat pagi, siang, maupun malam; di luar maupun di dalam rumah; di air, darat, maupun udara; dan tidak dapat dibunuh dengan segala macam senjata.
Di rumah Hiranyakasipu, Dewa Indra dan bala tentaranya menyerbu. Untungnya, Narada datang dan menyelamatkan Lilawati (istri Hiranyakasipu) dan Prahlada (anak Hiranyakasipu). Prahlada kemudian dididik oleh Narada untuk menjadi pengikut Dewa Vishnu.
Mengetahui hal tersebut, Hiranyakasipu marah besar dan mencoba membunuh anaknya sendiri. Namun, setiap kali mencoba, ia selalu tidak dapat membunuh anaknya. Kekuatan Dewa Wisnu yang tidak terlihat oleh mata Hiranyakasipu selalu menolong Prahlada. Hiranyakasipu pun menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada berkata, “Ia berada di mana-mana, Ia di sini, dan Ia akan muncul.”
Pada petang hari itu, Dewa Vishnu muncul sebagai Narasinga Awatara (manusia berkepala singa dan berkuku tajam). Narasinga Awatara dapat mengakhiri Hiranyakasipu. Karena waktu yang tepat, berkat Dewa Brahma tidak berlaku lagi. Hiranyakaksipu memang dibunuh tidak oleh manusia, hewan, maupun dewa; tidak di air, darat, ataupun udara, melainkan di pangkuan Narasinga; tidak di dalam maupun di dalam rumah, melainkan di antaranya; tidak dibunuh dengan senjata, melainkan dengan kuku Narasinga.
Intinya adalah Beliau ada dimana-mana dan akan melindungi setiap pengikutnya tanpa memandang keturunan melainkan hanya ketulusan dan perbuatan baik orang tersebut.
Tokoh dalam wiracarita Mahabharata, yakni Sangkuni diangkat menjadi ogoh-ogoh oleh Banjar Karang Sari. Judulnya yakni Sangkuni Perlaye. Seperti diketahui bahwa Sangkuni merupakan tokoh yang licik dan curang.
ST Tri Yoga, Br. Kuwum, Ds. Kuwum, Mengwi, Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Pamurtining Guru. Sketsa dari ogoh-ogoh ini bisa dilihat di akun @st.triyoga.
Ogoh-ogoh Banjar Angseri pada tahun 2020 ini mengangkat kisah Rahwana. Ogoh-ogoh mereka pun diberi judul Sang Rahwana. Di media sosial ada dua sketsa ogoh-ogoh yang beredar.
63. Sang Kala Geni
Sang Kala Geni merupakan judul ogoh-ogoh dari St. Yowana Çhanti I, Br. Sulangai, Ds. Sulangai, Kec. Petang, Kab. Badung. Sketsanya bisa dilihat di @st.yowanachanti1
Sang Kala Geni merupakan judul ogoh-ogoh dari St. Yowana Çhanti I, Br. Sulangai, Ds. Sulangai, Kec. Petang, Kab. Badung. Sketsanya bisa dilihat di @st.yowanachanti1
ST Dwi Dharma Putra, Banjar Sunia, Werdi Bhuwana, Mengwi, Badung membuat ogoh-ogoh berjudul Kresna Duta. Sketsanya bisa dicek di @st.dwidharmaputra
ST Yowana Eka Sakti, Banjar Sanga Agung juga membuat ogoh-ogoh berjudul Bawi Srenggi. Sketsa ogoh-ogoh ini bisa dilihat di @st.yowanaekasakti
STT Siddhi Widya Yowana, Jln. Raya batuyang Gg. Puyuh membuat ogoh-ogoh berjudul Parasurama Awatara. Pada caption sketsa ogoh-ogoh yang diunggah di akun @sidhiwidyayowana juga disebutkan Parasurama (Dewanagari: परशुरामभार्गव; IAST: Parashurāma Bhārgava) atau yang di Indonesia kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin (abadi) dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, nama Parashurama bermakna “Rama yang bersenjata kapak”.
Nama lainnya adalah Bhargawa yang bermakna “keturunan Maharesi Bregu”. Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.
67. Pempatan Agung
Saat Nyepi saka 1942 tahun 2020, STT. Dharma Kaniaka Banjar Dajan Peken, Timpag, Tabanan membuat ogoh-ogoh berjudul Pempatan Agung. Dikutif dari akun instagram @sttdharmakaniaka.timpag dituliskan Pempatan Agung atau disebut juga Catus Patha adalah persimpangan jalan yang erat kaitannya dengan simbol tapak dara yg merupakan pusat pertemuan energi positif dan negatif.
Dijelaskan dalam beberapa lontar seperti Dewa Tattwa maupun Eka Pratama, dalam seluk beluk caru dan tawur disebutkan terutama untuk Tawur kesanga dilaksanakan di Pempatan Agung, karena dalam Lontar Bhumi Kamulan dan Siwa Gama diceritakan di tempat inilah mula pertama Dewi Uma berubah wujud menjadi Dewi Durga untuk menciptakan Bhuta Kala dan di tempat ini pula Sang Pretanjala berubah menjadi Maha Kala serta mengutuk keempat saudaranya untuk ditempatkan masing-masing penjuru mata angin.
Tidak heran, jika orang-orang yang menekuni ilmu pangiwa memanfaatkan energi negatif Pempatan Agung untuk mendapat panugrahan Bhatari Durga dan Sang Mahakala. Namun demikian, fenomena seperti itu saat ini tentunya sudah jarang karena kawasan Pempatan Agung atau Catus pata kini sudah ramai, bahkan menjadi titik kawasan bisnis dan pemerintahan suatu wilayah. "Berdasarkan cerita tersebut penggarap mengimplementasikan kedalam bentuk karya seni ogoh-ogoh dengan konsep menghadap keempat penjuru mata angin," tulis akun @sttdharmakaniaka.timpag.
68. Pitik Bengil
Sekaa Eightpayet tahun 2020 akan membuat ogoh-ogoh berjudul Pitik Bengil. Dalam sketsa yang telah dibuat terlihat gambar seekor siluman ayam (pitik bengil) memegang kepala orang.
69. Sang Dasaksara
Pada Nyepi saka 1942, ST. Mawa Pertiwi, Tegallinggah, Penebel, Tabanan, akan membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Dasaksara. Dalam sketsanya terlihat sesosok Bhuta Kala menyeramkan dan di atasnya tergambar 10 aksara atau dasa aksara.
Dikutif dari akun instagram @ stmp1980 dituliskan narasi Aku bukanlah sebagai pengisi tulisan belaka, pengetahuan lahir bersama jiwaku, sastra terbentuk bersama jiwaku, setiap mantra terdapat jiwaku, setiap jiwaku ada di seluruh alam semesta (buana agung), dan jiwaku adalah pendamping dari ragamu (buana alit), aku adalah kekuatan dari alam semesta, bangkitkan aku dalam ragamu, ketika aku terbangun maka seluruh kekuatan alam semesta akan menyertaimu, setiap pengetahuanmu adalah AKU "Sang Dasaksara" "Sang" "Bang" "Tang" "Ang" "Ing" "Nang" "Mang" "Sing" "Wang" "Yang". Rahayu caka 1942
Taksu Cilinaya merupakan judul ogoh-ogoh tahun 2020 yang akan dibuat oleh STT Putra Bhakti, Banjar Tengah Sempidi, Badung. Ogoh-ogoh ini terinspirasi dari ornamen “cili” yang terdapat pada lamak Bali yang digunakan tatkala ada upacara adat atau agama.
Pada akun @stt_putra_bhakti dituliskan perwujudan Cili atau Deling pada lamak disebut sebagai sampian Cili dengan hiasan wajah yang menyimbolkan kekuatan keindahan atau simbol kedewataan. Cili dilambangkan dengan figur perempuan dengan ciri khas bentuk segitiga terdiri dari tiga unsur yakni kepala, badan dan kaki seperti halnya dalam motif hias cilinaya. Mengandung makna sebagai permohonan keindahan. Cili merupakan simbol purusa dan pradana yang nantinya memiliki penekanan kepada konsep Rwa Bhineda.
Simbol Cili yang dihadirkan pada karya ini mengandung makna sebagai permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar senantiasa dianugrahkan kerahayuan dan keselamatan terhadap Bhuana Agung dan Bhuana Alit agar kehidupan di Bumi bisa terus berjalan harmonis.
Cili di Bali sangat terkait dengan kehidupan sosial keagamaan yang selalu menjaga dan memelihara bahkan memberi perubahan dalam bentuk dan fungsinya, sejalan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Pada akun @stt_putra_bhakti dituliskan perwujudan Cili atau Deling pada lamak disebut sebagai sampian Cili dengan hiasan wajah yang menyimbolkan kekuatan keindahan atau simbol kedewataan. Cili dilambangkan dengan figur perempuan dengan ciri khas bentuk segitiga terdiri dari tiga unsur yakni kepala, badan dan kaki seperti halnya dalam motif hias cilinaya. Mengandung makna sebagai permohonan keindahan. Cili merupakan simbol purusa dan pradana yang nantinya memiliki penekanan kepada konsep Rwa Bhineda.
Simbol Cili yang dihadirkan pada karya ini mengandung makna sebagai permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar senantiasa dianugrahkan kerahayuan dan keselamatan terhadap Bhuana Agung dan Bhuana Alit agar kehidupan di Bumi bisa terus berjalan harmonis.
Cili di Bali sangat terkait dengan kehidupan sosial keagamaan yang selalu menjaga dan memelihara bahkan memberi perubahan dalam bentuk dan fungsinya, sejalan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
71. Bawi Srenggi
ST Widya Bhakti, Banjar Pegok, Sesetan Denpasar akan membuat ogoh-ogoh berjudul Bawi Srenggi. Berwujud seekor bawi (bawi) raksasa. Terlihat dalam sketsanya, seorang raksasa berwajah babi dengan taringnya yang panjang. Babi itu juga mengeluarkan api pada bagian rambutnya serta mengangkat satu kakinya.
72. Atma Lingga
ST. Dharmaja, Banjar Dauh Kutuh, Ubung Kaja akan membuat ogoh-ogoh berjudul Atma Lingga. Dalam sketsanya yang diunggah pada akun instagram ST. Dharmaja terlihat ada tiga sosok yang digambarkan. Salah satunya ada sosok Dewa Ganesha dan Dewa Siwa.
"Karena di dalam dunia ini tidak ada yang bisa melampaui keabadian dewa" ATMA LINGGA" Coming soon caka 1942," tulis akun tersebut.
73. Wit Sarwa Guna (Tantu Pagelaran)
Sementara itu, STT. Dharma Wila Yudha Br. Sama Kelurahan Pedungan-Denpasar Selatan akan membuat sebuah ogoh-ogoh berjudul Wit Sarwa Guna (Tantu Pagelaran). Pada sketsa yang dibuat terlihat sesosok manusia bertangan empat memenggal kepala raksasa yang memiliki lima kepala. Dan didepannya terlihat pula manusia berkepala burung.
74. Sagraha Laku Ngiwa
Ogoh-ogoh STT. Sila Dharma, Br. Tengah Darmasaba, Abiansemal Badung tahun 2020 akan mengangkat sosok Dewa Indra. Garapan mereka diberi judul Sagraha Laku Ngiwa. "Sosok Dewa Indra yg disegani dalam menjalani Dharma memihak/menolong kejahatan karena akan janji," tulis akun instagram resmi STT. Sila Dharma @sekateruna.siladharma.
Terlihat tiga sosok yang digambarkan dalam sketsa ogoh-ogoh yang dibuat, yakni Dewa Indra yang mengendarai gajah melawan raksasa buaya berwarna hijau. Juga ada sesosok manusia yang juga melawan buaya raksasa ini dengan panah.
75. Durga Mahesasura Mardini
Tahun 2020, ST. Wiwaradhika, Br. Belong Gede Pemecutan Kaja, Denpasar akan membuat ogoh-ogoh berjudul Durga Mahesasura Mardini. Dalam sketsanya terlihat sosok Dewi Durga bertangan banyak dengan memegang banyak senjata.
Tahun 2020, ST. Wiwaradhika, Br. Belong Gede Pemecutan Kaja, Denpasar akan membuat ogoh-ogoh berjudul Durga Mahesasura Mardini. Dalam sketsanya terlihat sosok Dewi Durga bertangan banyak dengan memegang banyak senjata.
Dewi Durga juga menjulurkan lidahnya yang panjang dan mengendarai singa. Di depannya ada sesosok raksasa yang bernama Mahesasura, raksasa yang berbadan kerbau dan berkepala manusia raksasa.
STT. Sakatarunata, Banjar Sebita, Sempidi, Badung tahun 2020 mendatang akan membuat ogoh-ogoh berjudul Cetik Kerawang. Pembuatan ogoh-ogoh ini akan dimulai pada bulan Januari 2020 ini.
Dalam narasi yang diunggah pada akun @stt_sakatarunata dituliskan terkait cerita dari ogoh-ogoh ini. Menurut akun tersebut, dalam ilmu kepengiwan atau desti , cetik kerawang yang lebih di kenal cetik kerikan gangsa ini adalah salah satu jenis cetik yang berkembang di masyarakat bali. Cetik juga dalam persepsi masyarakat bali , tidak hanya sebagai racun namun juga sebagai salah satu sarana untuk membunuh orang lain yg juga di dukung dengan kekuatan gaib dan mantra - mantra tertentu.
Secara umum , jenis cetik yg paling terdengar di telinga masyarakat bali yakni cetik kerawang atau biasanya di sebut cetik kerikan gangsa yg berbahan dasar serpihan tembaga yg di ambil dari sebuah lempengan gong gangsa atau salah satu jenis perlengkapan gambelan bali , kemudian di campur dengan gelugut (medang-medang)pohon bambu kuning.
Cetik ini hanya mampu di lakukan oleh orang yg memiliki ilmu hitam atau desti , bahkan secara tidak langsung hanya memandang makanan atau minuman saja , maka korbannya akan menjadi sakit seperti yang dihendaki. Kewisesan yang di perolehnya di sebar luaskan secara rahasia dengan menggunakan sarana seperti mas, mirah, tembaga, kertas rerajahan dan lain-lain.
Tujuan orang nyetik atau yg melakukan perbuatan mencelakai dengan menggunakan cetik amat beragam. Biasanya di karenakan sifat iri hati atau dengki , kecemburuan sosial , balas dendam dan berselisih paham , layaknya menggambarkan sosok raksasa yg berkuasa dan menyeramkan.
Secara umum , jenis cetik yg paling terdengar di telinga masyarakat bali yakni cetik kerawang atau biasanya di sebut cetik kerikan gangsa yg berbahan dasar serpihan tembaga yg di ambil dari sebuah lempengan gong gangsa atau salah satu jenis perlengkapan gambelan bali , kemudian di campur dengan gelugut (medang-medang)pohon bambu kuning.
Cetik ini hanya mampu di lakukan oleh orang yg memiliki ilmu hitam atau desti , bahkan secara tidak langsung hanya memandang makanan atau minuman saja , maka korbannya akan menjadi sakit seperti yang dihendaki. Kewisesan yang di perolehnya di sebar luaskan secara rahasia dengan menggunakan sarana seperti mas, mirah, tembaga, kertas rerajahan dan lain-lain.
Tujuan orang nyetik atau yg melakukan perbuatan mencelakai dengan menggunakan cetik amat beragam. Biasanya di karenakan sifat iri hati atau dengki , kecemburuan sosial , balas dendam dan berselisih paham , layaknya menggambarkan sosok raksasa yg berkuasa dan menyeramkan.
ST.Catsper Manggala di jalan Nangka Selatan Gg. Perkutut akan membuat ogoh-ogoh yang berjudul Sang Hyang Kumara. Latar belakang pembuatan ogoh-ogoh ini yakni terkait dengan putra Dewa Siwa yang bernama Sang Hyang Rare Kumara. Dalam akun instagram sekaa teruna ini @catsper.official dituliskan Sang Hyang Kumara dalam Lontar Kala Purana dan Dharma Pewayangan merupakan Putra Dewa Siwa. Tersebutlah Bhatara Siwa di Sorga mempunyai dua orang putra, yang satu berperawakan raksasa yang bernama Bhatara Kala, sedangkan adiknya bernama Sang Hyang Kumara yang masih kecil atau rare.
Bhatara Kala lahir pada saat sore hari tepat pada sandikala yaitu Kemis Pon Wuku Wayang dan adiknya Sang Hyang Kumara lahir pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Wayang. Bhatara Kala pergi bertapa dan adiknya diasuh oleh ayahnya (Bhatara Ciwa) karena masih kecil. Setelah lama Bhatara Kala bertapa besarlah Ia dan mendapat penugrahan dari Sanghyang Kasuhan Kidul. Ini panugrahan itu yang memperbolehkan memakan orang-orang yang lahir pada wuku Wayang, memakan orang yang berjalan pada kalitepet (pertengahan hari) dan sandikala (waktu peralihan antara sore dan malam hari).
ST.Eka Bhuana Jaya, Banjar Kauhan, Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem akan membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Gajah Mina. Dalam sketsa yang diunggah di akun instagramnya @st.ekabhuanajaya terlihat sesosok ikan berkepala gajah. Juga memiliki empat tangan.
ST. Dharmasanti, Banjar Dharma Santi, Ubung Kaja, Denpasar Utara pada Nyepi tahun 2020 mendatang akan membuat ogoh-ogoh berjudul Bhuta Nawasari.
St. Bineka, Br Binoh Kelod, Denpasar akan membuat ogoh-ogoh berjudul Manomaya Kosa. Pada akun instagram sekaa truna ini diceritakan sepintas tentang ogoh-ogoh yang akan dibuat. Dituliskan dalam akunnya bahwa manomaya kosa, unsur manah atau pikiran yang masih menyelubungi atman, dimana atman masih dipengaruhi oleh pikiran atau pikiran masih melekat pada atman seperti ingatan-ingatan semasa hidupnya yang lalu.
Juga dijelaskan tentang makna pada setiap bagian ogoh-ogoh yang dibuat yaitu babi dan bhuta melambangkan sifat-sifat duniawi seperti rakus, serakah, licik, dan lain-lain yang senantiasa menggoda "sang diri" untuk mendapatkan kepuasan material. Tunggul berakar menyimbolkan tubuh dari "sang diri" yang masih terikat reinkarnasi untuk menebus karma dari kehidupan lampau.
Badan dengan memegang kepala beragam ekspresi merepresentasikan "sang diri" yang masih terpengaruh oleh ingatan-ingatan dari kehidupannya yang lalu. Berdiri dengan satu kaki melambangkan keinginan untuk lepas dari ikatan duniawi.
Juga dijelaskan tentang makna pada setiap bagian ogoh-ogoh yang dibuat yaitu babi dan bhuta melambangkan sifat-sifat duniawi seperti rakus, serakah, licik, dan lain-lain yang senantiasa menggoda "sang diri" untuk mendapatkan kepuasan material. Tunggul berakar menyimbolkan tubuh dari "sang diri" yang masih terikat reinkarnasi untuk menebus karma dari kehidupan lampau.
Badan dengan memegang kepala beragam ekspresi merepresentasikan "sang diri" yang masih terpengaruh oleh ingatan-ingatan dari kehidupannya yang lalu. Berdiri dengan satu kaki melambangkan keinginan untuk lepas dari ikatan duniawi.
Br Telanga Tegal, Darmasaba, Badung akan membuat ogoh-ogoh berjudul Sang Hyang Dedari. Ogoh-ogoh ini menampilkan tiga sosok yakni seorang lelaki, perempuan yang menari rejang dan sesosok raksasa.
Ogoh-ogoh Sekaa Teruna Yowana Saka Bhuwana Br. Tainsiat, Denpasar memang selalu ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Dan setelah sebelumnya membuat ogoh-ogoh yang berkisah tentang Sang Kumbakarna, pada tahun 2020 akan membuat ogoh-ogoh yang berjudul Tedung Agung. (TB)