Sumber: id.wikipedia.org Sukracarya dalam kepercayaan Hindu, adalah nama seorang acarya, dan merupakan salah satu graha di antara sembilan ...
![]() |
Sumber: id.wikipedia.org |
Sukracarya dalam kepercayaan Hindu, adalah nama seorang acarya, dan merupakan salah satu graha di antara sembilan graha atau Nawagraha yang menguasai planet Venus dan hari Jumat atau Sukra.
Dalam
kitab Purana dituliskan Sukra adalah keturunan Resi Bregu. Istrinya adalah
Jayanti, putri Indra. Ia memiliki seorang putri bernama Dewayani, yang kemudian
menjadi istri Raja Yayati, keturunan Candra.
Dalam
kepercayaan Hindu, Sukra bergelar sebagai guru para raksasa, saingan
Wrehaspati, guru para dewa. Konon Sukra mengetahui mantra sakti yang disebut
mertasanjiwani yang mampu menghidupkan orang mati, meskipun jenazahnya telah
menjadi abu. Mantra itu diperolehnya dari Sang Hyang Sangkara atau Siwa, dan
kemudian diturunkan kepada salah satu muridnya, Kaca, putra Wrehaspati.
Sukra
dilukiskan mengendarai kereta emas yang ditarik delapan kuda, atau mengendarai
kereta perak yang ditarik sepuluh kuda. Beliau memiliki dua lengan,
masing-masing membawa nidhi (harta benda) dan sebuah buku. Kadang kala tampak
berlengan empat, masing-masing membawa genitri, tongkat, dan mangkuk air,
sedangkan tangan yang keempat memperagakan Warada Mudra.
Bagaimanakah
sepak terjang Sukracarya?
Dikisahkan
pada zaman dahulu kala, para raksasa sering kali berperang dengan para dewa.
Banyak raksasa yang gugur dalam peperangan melawan para dewa. Sukracarya
menjadi sedih karena hal tersebut. Kemudian ia bertapa memuja Sang Hyang
Sangkara atau Dewa Siwa, dengan dilayani oleh putri Dewa Indra yang bernama
Jayanti.
Setelah
melakukan tapa yang berat selama ribuan tahun, Siwa berkenan mengabulkan
permohonan Sukracarya. Siwa memberikan sebuah mantra yang disebut
mertasanjiwani, yang mampu digunakan untuk menghidupkan orang mati. Setelah
menerima anugerah tersebut, Sukracarya menikah dengan Jayanti sebagai balas
budi atas pelayanannya.
Saat
Sukracarya tidak melindungi para raksasa, para raksasa menginap di kediaman
Resi Bregu, dengan maksud memperoleh perlindungan disana. Selama berlindung,
mereka menjalani kehidupan sebagai pertapa. Wrehaspati, guru para dewa
memanfaatkan waktu tersebut dengan menyamar sebagai Sukracarya. Penyamaran
tersebut tidak diketahui oleh para raksasa sehingga saat Sukracarya palsu
datang, mereka melayaninya dengan sangat baik seolah-olah mereka sedang
melayani Sukracarya asli.
Ketika
Sukracarya asli datang, para raksasa terkejut sebab mereka merasa bahwa ada dua
Sukracarya. Keadaan fisik keduanya persis sama sehingga sulit dibedakan. Saat
para raksasa diminta menentukan siapa Sukracarya yang asli, mereka menunjuk
Sukracarya yang palsu, sebab mereka sudah melayani orang tersebut dengan baik
selama sepuluh tahun, sebelum kedatangan Sukracarya yang asli.
Hal
itu membuat Sukracarya yang asli marah. Lalu ia mengutuk para raksasa bahwa
kaum mereka akan hancur. Setelah mengucapkan kutukan tersebut, Sukracarya yang
palsu kembali ke wujudnya semula, yaitu Wrehaspati. Kemudian Wrehaspati melesat
ke angkasa dengan perasaan lega karena kaum raksasa akan hancur akibat kutukan
guru mereka sendiri.
Sebelum
Sukracarya memperoleh mantra mertasanjiwani, Indra mengutus putrinya yang
bernama Jayanti untuk menggagalkan tapa Sukracarya. Namun Jayanti tidak
mengganggu tapa Sukracarya. Sebaliknya, ia melayani Sukracarya dengan taat
selama seribu tahun.
Setelah
seribu tahun berlalu, mantra mertasanjiwani diperoleh Sukracarya. Pada saat itu
pula ia menyadari kehadiran seorang wanita yang selama itu menemaninya bertapa
dengan setia. Untuk membalas budi, Sukracarya menanyakan pemohonan Jayanti, dan
ia berjanji akan memenuhinya. Jayanti meminta agar Sukracarya bersedia
menikahinya dan tinggal bersama, selama sepuluh tahun. Dari pernikahan
tersebut, lahirlah Dewayani.
Dengan
ilmu menghidupkan orang mati Sukracarya akan menghidupkan raksasa yang mati
kembali. Sedangkan Wrehaspati tidak mengetahui ilmu tersebut, sehingga dewa
yang mati tidak dapat dihidupkan kembali olehnya. Untuk mendapatkan ilmu
mertasanjiwani, ia mengutus putranya yang bernama Kaca. Kaca ditugaskan menjadi
murid Sukracarya dan melayaninya selama seribu tahun dengan tujuan memperoleh
pengetahuan tentang mantra mertasanjiwani.
Kaca
segera menghadap Sukracarya dan memohon agar ia diangkat menjadi murid.
Sukracarya menerima penawaran Kaca dengan senang hati. Selain itu, Kaca tidak
pernah menyinggung masalah ilmu mertasanjiwani. Selama menjadi murid
Sukracarya, Dewayani, putri Sukracarya jatuh cinta kepadanya.
Selama
ratusan tahun, Kaca melayani Sukracarya dengan baik. Di sisi lain, para raksasa
membenci Kaca dan merencanakan pembunuhan, sebab mereka tahu bahwa Kaca adalah
putra Wrehaspati, musuh mereka. Pada suatu hari, para raksasa membunuh Kaca
saat berada di hutan. Jenazahnya dibakar hingga menjadi abu, kemudian abu
tersebut dicampur bersama makanan. Lalu makanan itu dihidangkan untuk Sukracarya.
Saat
hari petang, Dewayani mencemaskan keadaan Kaca sebab ia belum pulang.
Sukracarya, dengan kekuatan batinnya mengetahui apa yang terjadi. Ia
memberitahu Dewayani bahwa Kaca berada dalam perutnya, dan bila Kaca
dihidupkan, maka perut Sukracarya akan terbelah yang akan menyebabkan
kematiannya. Maka dari itu Dewayani harus memilih salah satu di antara mereka
harus hidup.
Dewayani
ingin keduanya hidup, maka dari itu ia meminta agar Sukracarya memanggil Kaca
yang berada dalam perutnya dan mengajarkan mantra mertasanjiwani padanya.
Setelah itu, Kaca membelah perut Sukracarya. Sukracarya meninggal, kemudian
dihidupkan kembali oleh Kaca yang telah mempelajari mantra mertasanjiwani.
Kemudian
Raja Yayati, putra Nahusa dari kalangan Dinasti Candra, melamar Dewayani, putri
Sukracarya. Lamaran tersebut disetujui oleh Sukracarya. Namun, Sukracarya
berjanji akan mengutuk Yayati bila menantunya tersebut diketahui telah menjalin
hubungan asmara dengan Sarmista, pelayan Dewayani.
Maka
dari itu, Yayati berjanji pada Sukracarya dan Dewayani bahwa ia tidak akan
menikah dengan Sarmista. Akan tetapi, Yayati melanggar janjinya setelah
Dewayani memberikannya dua anak. Setelah perselingkuhan itu diketahui oleh
Sukracarya, ia mengutuk Yayati supaya menjadi tua pada usianya yang masih
muda.
Yayati
memohon agar kutukan tersebut dicabut, tetapi Sukracarya tidak mampu
melakukannya. Karena masih berbelas kasihan pada menantunya, ia meringankan
kutukan tersebut, dengan cara menukarkan usia tua Yayati dengan salah satu cucunya.
Hanya satu di antara lima putra Yayati yang bersedia menanggung kutukan
tersebut, ialah Sang Puru.
Akhirnya,
Yayati menikmati masa mudanya kembali sementara Puru menikmati masa tua
ayahnya, masing-masing menjalaninya selama seribu tahun. Setelah masa seribu
tahun berlalu, Puru memperoleh masa mudanya kembali, sementara Yayati menjadi
tua, lalu tahtanya diwarisi oleh Puru. (TB)