Ground Zero. Foto internet Meski sudah beberapa tahu berlalu, kejadian ini masih terkenang dalam ingatan masyarakat Bali. Apalagi bagi kel...
Ground Zero. Foto internet |
Meski
sudah beberapa tahu berlalu, kejadian ini masih terkenang dalam ingatan
masyarakat Bali. Apalagi bagi keluarga yang anggota keluarganya menjadi korban
dalam kejadian ini. Ialah tragedi bom Bali pertama tahun 2002 lalu. Tepat pada
tanggal 12 Oktober 2002 tiga buah bom meledak di kawasan Kuta dan Denpasar,
Bali. Rangkaian ledakan bom ini terjadi sekitar pukul 23.15 Wita.
Ledakan
yang pertama terjadi lima meter di depan Diskotek Sari Club, yang berlokasi di
Jalan Legian, Kuta. Selanjutnya bom kedua meledak di Diskotek Paddy's yang
berada di seberang Sari Club. Sementara, ledakan ketiga terjadi di kawasan
Denpasar tepatnya pada jarak sekitar 100 meter dari Kantor Konsulat Amerika
Serikat Renon, Denpasar Bali.
Akibat
dari ledakan bom pertama dan kedua tersebut, bangunan Sari Club, Diskotek
Paddy's dan Panin Bank yang terletak persis di depan Sari Club terbakar. Selain
itu, puluhan bangunan yang berada di radius 10 hingga 20-an meter dari lokasi
rusak berat. Kaca-kaca hotel, toko maupun tempat hiburan lainnya juga mengalami
kerusakan.
Saking
kuatnya ledakan itu juga membuat kantor biro perjalanan yang berada di samping
Sari Club rata dengan tanah. Kerusakan yang sama juga terjadi di lokasi ledakan
ketiga, sekitar 100 meter dari Kantor Konsulat Amerika Serikat. Ledakan di
ketiga tempat tersebut menyisakan lubang selebar 4-4,5 meter dengan kedalaman
80 sentimeter.
Dalam kejadian tersebut, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau
cedera. Dari korban tersebut, kebanyakan merupakan wisatawan asing.
Peristiwa
ini pun dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah
Indonesia. Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri
yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan di
Diskotek Paddy's berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari
Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kg.
Adapun
kronologi dari pengeboman ini yakni pada 12 Oktober 2002 Paddy's Pub dan Sari
Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali diguncang bom. Dua bom meledak dalam
waktu yang hampir bersamaan yaitu pukul 23.05 Wita. Lebih dari 200 orang
menjadi korban tewas keganasan bom itu, sedangkan 200 lebih lainnya luka berat
maupun ringan.
Kurang
lebih 10 menit kemudian, ledakan kembali mengguncang Bali. Pada pukul 23.15 Wita,
bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Namun tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Selanjutnya
pada 16 Oktober 2002 dilaksanakan pemeriksaan saksi untuk kasus terorisme itu
mulai dilakukan. Lebih dari 50 orang telah dimintai keterangan di Polda
Bali. Untuk membantu Polri, Tim Forensik Australia ikut diterjunkan untuk
identifikasi jenazah.
Pada
20 Oktober 2002 Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang
telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom di Paddy's Pub
berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX
berbobot antara 50–150 kg. Sementara bom di dekat konsulat Amerika Serikat
menggunakan jenis TNT berbobot kecil yakni 0,5 kg.
Selanjutnya
pada 29 Oktober 2002, pemerintah yang saat itu dipegang oleh Megawati
Soekarnoputri terus mendesak polisi untuk menuntaskan kasus yang mencoreng
nama Indonesia itu. Putri Soekarno itu memberi batas waktu, kasus harus tuntas
pada November 2002.
Pada
30 Oktober 2002 titik terang pelaku bom Bali I mulai muncul. Tiga sketsa wajah
tersangka pengebom itu dipublikasikan. 4 November 2002 polisi mulai menunjukkan
prestasinya. Nama dan identitas tersangka telah dikantongi petugas. Tak cuma
itu, polisi juga mengklaim telah mengetahui persembunyian para tersangka.
Mereka tidak tinggal bersama namun masih di Indonesia.
Selanjutnya
pada 5 November 2002 salah satu tersangka kunci ditangkap yakni Amrozi bin
Nurhasyim ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa
Timur.
Pada
6 November 2002, 10 orang yang diduga terkait ditangkap di sejumlah tempat di
Pulau Jawa. Hari itu juga, Amrozi diterbangkan ke Bali dan pukul 20.52 Wib Amrozy
tiba di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.
Selanjutnya
pada 7 November 2002 satu sketsa wajah kembali dipublikasikan. Sementara
itu Abu Bakar Ba'asyir yang disebut-sebut punya hubungan dengan
Amrozi membantah. Ba'asyir menilai pengakuan Amrozi saat diperiksa di Polda
Jatim merupakan rekayasa pemerintah dan Mabes Polri yang mendapat tekanan dari
Amerika Serikat.
Pada
8 November 2002, status Amrozi dinyatakan resmi sebagai tersangka dalam tindak
pidana terorisme. 9 November 2002, tim forensik menemukan residu bahan-bahan
yang identik dengan unsur bahan peledak di TKP. Sementara Jenderal Da'i
Bachtiar, Kapolri pada saat itu mengatakan kesaksian Omar Al-Farouq tentang
keterlibatan Ustad Abu Bakar Ba'asyir dan Amrozi dalam kasus bom valid.
Pada
10 November 2002 Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti peledakan.
Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy's.
Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan
peledakan. Polisi pun memburu Muhammad Gufron (kakak Amrozi), Ali Imron (adik
Amrozi), dan Ari Fauzi (saudara lain dari ibu kandung Amrozi). Kakak tiri
Amrozi, Tafsir. Tafsir dianggap tahu seluk-beluk mobil Mitsubishi L300 dan
meminjamkan rumahnya untuk dipakai Amrozi sebagai bengkel.
Selanjutnya
pada 11 November 2002 tim gabungan menangkap Qomaruddin, petugas kehutanan yang
juga teman dekat Amrozi di Desa Tenggulun, Lamongan. Qomaruddin diduga ikut
membantu meracik bahan peledak untuk dijadikan bom.
Tanggal
17 November 2002 Imam Samudra, Idris dan Dulmatin diduga merupakan peracik bom
Bali I. Bersama Ali Imron, Umar alias Wayan, dan Umar alias Patek, merekapun
ditetapkan sebagai tersangka.
Pada
26 November 2002, Imam Samudra, satu lagi tersangka bom Bali, ditangkap di
dalam bus Kurnia di kapal Pelabuhan Merak. Ia hendak melarikan diri ke
Sumatra. 1 Desember 2002, tim Investigasi Bom Bali I berhasil mengungkap otak
pelaku bom Bali yang jumlahnya empat orang, satu di antaranya anggota Jamaah
Islamiah (JI).
3
Desember 2002, Ali Gufron alias Muklas (kakak Amrozi) ditangkap di Klaten, Jawa
Tengah. Pada 4 Desember 2002 sejumlah tersangka bom Bali I ditangkap di Klaten;
di antaranya Ali Imron (adik Amrozi), Rahmat, dan Hermiyanto. Sejumlah wanita
yang diduga istri tersangka juga ditangkap.
Pada
16 Desember 2002 polisi menangkap anak Ashuri, Atang, yang masih siswa SMU di
Lamongan. Tim juga berhasil menemukan 20 dus yang berisi bahan kimia
jenis potasium klorat seberat satu ton di rumah kosong milik Ashuri
di Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Lamongan yang diduga milik Amrozi.
Pada
18 Desember 2002 tim Investigasi Gabungan Polri dan Polisi Federal
Australia membuka dan membeberkan Dokumen Solo, sebuah dokumen yang
dimiliki Ali Gufron. Dalam dokumen tersebut berisi tata cara membuat senjata,
racun, dan merakit bom. Dokumen itu juga memuat buku-buku tentang JI dan
topografi suatu daerah serta sejumlah rencana aksi yang akan dilakukannya.
Pada
6 Januari 2003, berkas perkara Amrozi diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Bali.
Tanggal 16 Januari 2003 Ali Imron bersama 14 tersangka yang ditangkap di Samarinda, Kalimantan
Timur tiba di Bali. 8 Februari 2003 digelar rekonstruksi bom Bali I. 12
Mei 2003 digelar sidang pertama terhadap tersangka Amrozi.
Pada
2 Juni 2003 Imam Samudra mulai diadili. Tanggal 30 Juni 2003 Amrozi dituntut
hukuman mati.
Pada
7 Juli 2003 Amrozi divonis mati. 28 Juli 2003 Imam Samudra dituntut hukuman
mati. 10 September 2003 Imam Samudra divonis mati. 28 Agustus 2003 Ali Gufron
alias Muklas dituntut hukuman mati. 2 Oktober 2003 Ali Gufron divonis mati.
30
Januari 2007 PK pertama Amrozi cs ditolak. Tanggal 30 Januari 2008 PK kedua
diajukan dan ditolak
1
Mei 2008 PK ketiga diajukan dan kembali ditolak. Tanggal 21 Oktober 2008 Mahkamah
Konstitusi menolak uji materi terhadap UU Nomor 2/PNPS/1964 soal tata cara
eksekusi mati yang diajukan Amrozi cs. Pada 9 November 2008 Amrozi cs dieksekusi
mati di Nusakambangan.
Peristiwa
Bom Bali I ini juga diangkat menjadi film layar lebar dengan judul Long
Road to Heaven, dengan pemain antara lain Surya Saputra sebagai Hambali dan Alex
Komang, serta melibatkan pemeran dari Australia dan Indonesia. (TB)