net. Ada pura unik yang ada di Bali. Pura ini ada di kawasan Kota Denpasar, tepatnya di Banjar Binoh Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar. N...
net. |
Ada
pura unik yang ada di Bali. Pura ini ada di kawasan Kota Denpasar, tepatnya di
Banjar Binoh Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar. Nama pura ini adalah Pura
Mekah. Dalam pelaksanaan persembahyangan, di pura ini tidak menggunakan tata
cara seperti yang biasanya umat Hindu lakukan saat tiba waktunya untuk
memperingati hari suci atau piodalan.
Dikutip
dari website https://www.denpasarkota.go.id/,
pura ini termasuk sebagai pura marga atau keluarga. Disebutkan bahwa tatacaranya
dalam pelaksanaan persembahyangan masih menggunakan tata cara Islam dan
merupakan yang cukup unik yang tidak pernah ada pada agama Hindu. Hal itu
dimungkinkan terjadi karena ada kaitan erat dengan para musafir Islam yang
datang ke Bali ini, sehingga meninggalkan warisan tata cara yang patut dilaksanakan
oleh warga tersebut.
Selain
itu, umumnya sebelum upacara dilaksanakan di suatu pura di Bali, biasanya
dilaksanakan gotong royong secara bersama-sama warga pura itu dan menikmati
hidangan daging babi yang sebelumnya dihaturkan pula. Namun berbeda dengan
situasi upacara di Pura Mekah yang tidak diperbolehkan mempersembahkan daging
babi.
Selain
itu, pelaksanaan sembahyang juga berkiblat ke arah barat. Setiap odalan yang
jatuh pada Wraspati Kliwon Warigadean dilakukan upacara sebagaimana mestinya,
termasuk pemuspaan. Namun setelah prosesi piodalan berakhir, maka dilanjutkan
dengan ngaturang idangan yang terdiri dari berbagai jenis jaja cacalan dan
raka-raka atau buah. Diiringi dengan puja astawa dari pemangku. Diiringi tarian
dengan mengitari banten hidangan tersebut sambil membawa tumbak dan kadutan.
Namun yang lain dari pada yang lain adalah prosesi nganteb atau mengayat tersebut
menghadap ke barat. Konon, bahwa pengayatan tersebut dilakukan ke Jawi atau
Jawa sebagai asal dari para leluhur mereka. Ada yang konon mengatakan dari
Jawa, dari Solo, dan bahkan ada yang mengatakan dari Madura. Yang jelas kiblat
mereka menghaturkan hidangan tersebut adalah menghadap ke Barat.
Menurut
Jro Mangku Ketut Suartha, pensiunan Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, setelah
upacara piodalan dilakukan menghadap ke timur, selanjutnya sesajen yang
diletakkan di Pelinggih Tajuk atau Bale Tajuk yang disebut idangan, yang paling
banyak jumlahnya berupa jajan seperti jajan suci. Jenis jajan tersebut
menghiasi sesajen yang telah siap dipersembahkan, lalu diturunkan dan
diletakkan pada sebuah pelangkaan atau seperti sebuah tempat tidur yang
berukuran 2×2 meter.
Di
atasnya ditaruh tikar dengan ukuran yang sama dan sesajen pun digelar disusun
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya. Suguhan atau hidangan
dihaturkan menghadap arah barat dan sembahyang seluruh keluarga pun menghadap
ke barat, yang diiringi tarian tombak dan keris yang mengelilingi sesajen
tersebut dan tarian yang lain yang meramaikan suasana. Upacara berlangsung
sekitar dua jam, yang diakhiri dengan ngelungsur atau mengambil kembali sesajen
yang telah dipersembahkan untuk dibagikan dan harus dinikmati walau sedikit
saja oleh semua anggota keluarga, selanjutnya upacara dinyatakan selesai.
Ada
beberapa pelinggih di pura ini. Pertama ada pelinggih Ratu Gede Bagus merupakan
tempat bersthana dan berkumpulnya para dewa ketika ada rapat besar (paruman)
juga Beliau sebagai pemimpinnya para dewa yang bersthana di Pura Mekah.
Pelinggih Ratu Ayu tempat bersthananya Para Dewi yang menciptakan kesuburan
lingkungan, termasuk kesejahteraan keluarga dan masyarakat Desa Ubung dan
Pelinggih Gedong Ratu Gede Dalem Mekah tempat bersemayam atau istirahatnya para
dewa atau leluhur yang beragama Islam.
Pelinggih
Gedong Artha merupakan bangunan suci tempat bersthananya para dewa atau juga
bersthananya Dewa yang menguasai harta kekayaan dan kemakmuran wilayah
tersebut. Pelinggih Pengenter kiwa lan tengen merupakan tempat bersthananya roh
halus atau satpam yang menjaga berada di lingkungan Pura Mekah. Pelingggih Ratu
Ayu tempat bersthananya para dewi di lingkungan Pura Mekah tersebut. Bale Tajuk
atau disebut juga tahajuk atau tengah merupakan balai tempat menaruh sesajen
yang akan diupacarai ketika hari piodalan tiba. Penduduk setempat mengatakan
bahwa balai itu tempat idang atau tempat menghidangkan sarana untuk para
leluhur yang khususnya beragama Islam.
Sedangkan
Pelinggih Hyang Kawitan Arya Kepakisan merupakan bangunan suci tempat untuk
berdoa kepada leluhur sebagai pendiri dan sekaligus pusat untuk bersembahyang
khususnya warga atau marga Arya Kepakisan di lingkungan itu hingga bisa menjaga
keturunannya agar selamat dari segala sesuatu hal yang sifatnya negatif.
Sementara
itu, dikutip dari lektur.kemenag.go.id selain sembahyang menghadap ke barat dan
dilarang menggunakan babi, bagi kaum laki-laki juga disunat, karena bagi yang
tidak sunat maka akan terjadi kemudaratan baginya.
Selain
itu, dalam artikel yang berjudul Pura Mekah Di Banjar Anyar Desa Poh Gading,
Ubung Kaja, Kota Denpasar (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi) yang disusun
I Nyoman Djuana dan Ni Made Surawati dan dimuat di Widya Wretta Vol. 1 Nomor 1,
April 2018 juga sedikit dibahas tentang keberadaan Pura Mekah di Banjar Binoh.
Pura Mekah di Binoh memiliki peninggalan berupa lontar yang menunjukkan sejarah
keberadaannya.
Di
Pura Mekah Binoh terdapat lontar berukuran panjang 31,5 cm, lebar 3,48 berjumlah
34 lembar. Isi lontar tersebut pernah diteliti oleh tim Arkeologi Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bali di tahun 2007. Hasilnya adalah sebuah
alih aksara lontar dan transliterasi dari bahwa Jawa Kuno ke bahasa Indonesia.
Menurut penyungsung pura Mekah di Binoh bernama Ketut Murnia, isi dari lontar
tersebut yakni silsilah seorang patih yang dikirim dari kediri ke Bali yakni
Sri Kresna Kepakisan. Ia adalah keturuan Aryeng Kediri Putra dari Jayasabha.
Tim
ahli arkeologi yang terdiri dari I Gusti Made Suarbhawa, Nyoman Sunarya dan Made
Geria juga mengkaji bahwa naskah itu berisi tentang persebaran keturunan Sri
Kresna Kepakisan ke pelosok Bali. Namun demikian, dalam lontar tersebut justru
tidak menyebutkan keberadaan Pura Mekah di Binoh begitu juga tahun
pendiriannya.
“Di
pura ini memang terdapat peninggalan berupa lontar. Saya tidak tahu isi
lontarnya, tapi menurut tim arkeologi tersebut isi lontar ini adalah silsilah
seorang patih Raja bernama sri Kresna Kepakisan. Diperkirakan Dalem Mekah
adalah pengiring beliau ketika datang ke Bali. Namun ini hanya penafsiran saya
saja. Karena di dalam lontar itu memang tidak detil menyebutkan sejarah Pura
Mekah,” tutur Murnia. (TB)