Sumber: nationalgeographic.grid.id Pahlawan ini awalnya seorang budak dari Bali. Ia lahir di Bali dan dijual menjadi budak kepada seorang...
Sumber: nationalgeographic.grid.id |
Pahlawan
ini awalnya seorang budak dari Bali. Ia lahir di Bali dan dijual menjadi budak
kepada seorang VOC. Dalam perjalanannya, ia bahkan menjadi seorang tumenggung
atau bupati di Jawa. Ia adalah Surawiraaji alias Untung Surapati.
Menurut
Babad Tanah Jawi diketahui jika Untung Surapati terlahir dengan nama
Surawiraaji. Ia diketahui lahir di Bali pada tahun 1660. Seluruh anggota
keluarga Untung Surapati meninggal dalam suatu pemberontakan.
Ia
ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC yang ditugaskan di
Makasar. Kapten van Beber kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di
Batavia atau Jakarta yang bernama Moor saat berusia tujuh tahun. Sejak memiliki
budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Moor diangkat menjadi
mayor, lalu menjadi anggota Dewan Hindia (Raad van Indie) alias dewan penasihan
Gubernur Jenderal. Anak kecil itu pun dianggap pembawa keberuntungan sehingga
diberi nama Si Untung.
Sebagai budak, Untung ditugaskan untuk mengasuh putri Moor yang bernama Suzanne. Beranjak dewasa, keduanya ternyata jatuh cinta dan melakukan pernikahan secara diam-diam. Pada saat berumur 20 tahun, ia dimasukkan penjara oleh Moor karena menjalin hubungan dengan putrinya tersebut.
Selama dalam penjara Untung mendapat pengalaman baru. Untung bergaul dengan orang-orang penjara yang menceritakan tentang kesengsaraan rakyat akibat pemerasan pegawai-pegawai Belanda. Sejak saat itu kebencian Untung mulai tumbuh. Untung kemudian menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara dan menjadi buronan.
Pada
tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa raja Banten dikalahkan VOC. Putranya yang
bernama Pangeran Purbaya melarikan diri ke Gunung Gede. Ia memutuskan menyerah
tetapi hanya mau dijemput perwira VOC pribumi.
Kapten
Ruys yang merupakan pemimpin benteng Tanjungpura berhasil menemukan kelompok
Untung. Mereka ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC daripada hidup sebagai
buronan. Untung pun dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan ditugasi
menjemput Pangeran Purbaya.
Untung
kemudian menemui Pangeran Purbaya untuk dibawa ke Tanjungpura. Datang pula
pasukan Vaandrig Kuffeler yang memperlakukan Pangeran Purbaya dengan kasar.
Untung tidak terima dengan perlakuan kasar tersebut dan menghancurkan pasukan
Kuffeler di Sungai Cikalong pada tanggal 28 Januari 1684.
Meskipun
demikian, Pangeran Purbaya tetap menyerah ke Tanjungpura, tetapi istrinya yang
bernama Gusik Kusuma meminta Untung mengantarnya pulang ke Kartasura. Untung
kini pun kembali menjadi buronan VOC lantaran ia juga pernah menghancurkan
pasukan Jacob Couper yang mengejarnya di desa Rajapalah.
Ketika
melewati Kesultanan Cirebon, Untung berkelahi dengan Raden Surapati, anak
angkat sultan. Setelah diadili, terbukti yang bersalah adalah Surapati.
Surapati pun dihukum mati. Sejak itu nama Surapati oleh Sultan Cirebon
diserahkan kepada Untung.
Untung
alias Surapati tiba di Kartasura mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada
ayahnya, yaitu Patih Nerangkusuma. Nerangkusuma adalah tokoh anti VOC yang
gencar mendesak Amangkurat II agar membatalkan perjanjiannya dengan bangsa
Belanda tersebut. Nerangkusuma juga menikahkan Gusik Kusuma dengan Surapati.
Kapten
François Tack, perwira VOC senior yang ikut berperan dalam penumpasan Trunajaya
dan Sultan Ageng Tirtayasa tiba di Kartasura bulan Februari 1686 untuk
menangkap Surapati. Amangkurat II yang telah dipengaruhi Nerangkusuma,
pura-pura membantu VOC.
Pertempuran pun meletus di halaman keraton. Pasukan VOC hancur. Sebanyak 75 orang Belanda tewas. Kapten Tack sendiri tewas di tangan Untung. Pertempuran itu dianggap sebagai peristiwa paling terkenal dalam sejarah VOC. Taktik yang digunakan Untung Suropati adalah menjebak Tack dan kemudian membakar sebagian istana agar VOC tidak curiga. Tentara Belanda yang masih hidup menyelamatkan diri ke benteng mereka.
Amangkurat
II takut pengkhianatannya terbongkar. Ia merestui Surapati dan Nerangkusuma
merebut Pasuruan. Di kota itu, Surapati mengalahkan bupatinya, yaitu Anggajaya,
yang kemudian melarikan diri ke Surabaya. Bupati Surabaya bernama Adipati
Jangrana tidak melakukan pembalasan karena ia sendiri sudah kenal dengan
Surapati di Kartasura. Untung Surapati pun mengangkat diri menjadi bupati
Pasuruan dan bergelar Tumenggung Wiranegara.
Pada
tahun 1690 Amangkurat II pura-pura mengirim pasukan untuk merebut Pasuruan.
Tentu saja pasukan ini mengalami kegagalan karena pertempurannya hanya bersifat
sandiwara sebagai usaha mengelabui VOC.
Sepeninggal
Amangkurat II tahun 1703, terjadi perebutan takhta Kartasura antara Amangkurat
III melawan Pangeran Puger. Pada tahun 1704 Pangeran Puger mengangkat diri
menjadi Pakubuwana I dengan dukungan VOC. Tahun 1705 Amangkurat III diusir dari
Kartasura dan berlindung ke Pasuruan.
Pada
bulan September 1706 gabungan pasukan VOC, Mataram, Madura, dan Surabaya
dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran di benteng Bangil
akhirnya menewaskan Untung Surapati pada tanggal 17 Oktober 1706.
Namun
ia berwasiat agar kematiannya dirahasiakan. Makam Surapati pun dibuat rata
dengan tanah. Perjuangan dilanjutkan putra-putranya dengan membawa tandu berisi
Surapati palsu.
Pada
tanggal 18 Juni 1707 Herman de Wilde memimpin ekspedisi mengejar Amangkurat
III. Ia menemukan makam Surapati yang segera dibongkarnya. Jenazah Surapati pun
dibakar dan abunya dibuang ke laut.
Putra-putra
Untung Surapati, antara lain Raden Pengantin, Raden Surapati, dan Raden
Suradilaga memimpin pengikut ayah mereka yang merupakan campuran orang Jawa dan
Bali. Sebagian dari mereka ada yang tertangkap bersama Amangkurat III tahun
1708 dan ikut dibuang ke Srilangka.
Sebagian
pengikut Untung Surapati bergabung dalam pemberontakan Arya Jayapuspita di
Surabaya tahun 1717. Pemberontakan ini sebagai usaha balas dendam atas dihukum
matinya Adipati Jangrana yang terbukti diam-diam memihak Surapati dalam perang tahun
1706.
Setelah
Jayapuspita kalah tahun 1718 dan mundur ke Mojokerto, pengikut Surapati masih
setia mengikuti. Mereka semua kemudian bergabung dalam pemberontakan Pangeran
Blitar menentang Amangkurat IV yang didukung VOC tahun 1719. Pemberontakan ini
berhasil dipadamkan tahun 1723. Putra-putra Untung Surapati dan para
pengikutnya dibuang VOC ke Srilangka.
Kisah
perjalanan hidup Untung Surapati yang legendaris ini pun ditulis dalam bentuk
sastra yakni Babad Tanah Jawi dan Babad Surapati. (TB)