Ogoh-ogoh Raja Buduh, net. Rangakaian hari raya Nyepi atau tahun baru saka selalu identik dengan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh ini akan diarak saat...
Ogoh-ogoh Raja Buduh, net. |
Rangakaian
hari raya Nyepi atau tahun baru saka selalu identik dengan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh
ini akan diarak saat malam pengerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Pengarakan
ini biasanya melibatkan anggota sekaa teruna dan berlangsung sangat meriah. Di
beberapa daerah utamanya di Denpasar kegiatan pengarakan ogoh-ohoh ini bahkan
digelar hingga tengah malam yang biasanya dipusatkan di patung Catur Muka Kota
Denpasar.
Namun
dampak pandemi Covid-19 membuat pawai ogoh-ogoh terhenti mulai tahun 2020. Pada
tahun 2020 tersebut, ogoh-ogoh yang dibuat oleh sekaa teruna sudah selesai.
Akan tetapi tak diizinkan untuk mengarak ogoh-ogoh untuk langkah antisipasi
penyebaran Covid-19. Berikut ini adalah 4 ogoh-ogoh fenomenal tahun 2020 yang
batal diarak.
1. Sang Hyang Penyalin
Ogoh-ogoh
yang berjudul Sanghyang Penyalin merupakan karya dari Sekaa Teruna Dhananjaya,
Banjar Dangin Peken, Desa Sanur Kauh, Denpasar, Bali. Ogoh-ogoh ini sangat unik
karena seluruh badannya menggunakan penyalin atau rotan yang kemudian dianyam.
Adapun
arsitek ogoh-ogoh ini adalah Wayan Apel Hendrawan. Ogoh-ogoh ini merupakan
perwujudan Bhanaspati Raja dengan satu kaki menyentuh tanah dan satu lainnya
mengambang dan dibagian belakang terdapat ekor. Rotan ini pun tak diberi warna
dan tetap menampilkan warna alami dari rotan tersebut.
Sementara itu, untuk tapel ogoh-ogoh menggunakan kertas koran dan tanah liat, sedangkan ornamen atau hiasan menggunakan kelopak batang pisang serta kelopak bambu. Ide awal pembuatan ogoh-ogoh dengan rotan ini bermula dari sisa rotan yang digunakan untuk membuat instalasi. Ogoh-ogoh ini pun minim bugdet karena biayanya tak lebih dari Rp 20 juta.
2. Meme Dewa Ratu
Konseptor
dari ogoh-ogoh Meme Dewa Ratu adalah Putu Marmar Herayukti. Ogoh-ogoh ini milik
dari Sekaa Teruna Gemeh Indah, Banjar Gemeh, Denpasar, Bali. Marmar termasuk
salah-satu tokoh seniman ogoh-ogoh yang gencar mengampanyekan ogoh-ogoh ramah
lingkungan di Bali.
Tahun
2020, Marmar mengangkat kisah awal mula kehidupan dengan memuliakan perempuan
atau ibu melalui ogoh-ogoh bertajuk Meme Dewa Ratu. Konsepnya ia uraikan dalam
akun instagramnya yakni dimulai dari perjalanan dalam bentuk sel, unsur pradana
(kewanitaan) memang telah dipuja dan dimuliakan, dari 300 juta sel hanya yg
tercepat dan terkuat yang diterimaNya.
Ketika
unsurnya membentuk badan maka dia sebagai Semesta Bhuana disebut Pertiwi.
Ketika raja adalah pemimpin maka Ratu adalah pemegang kuasa yang tak tersentuh
perebutan kuasa di dalam pemerintahan yang disebut Karatuan (keraton), hingga
sebagai asal sebuah keturunan akan ditemui pula namanya di Pura Ibu (paibon).
Saat kemuliaanya diredupkan, dunia menjadi tak seimbang, semua menjadi timpang dan tanpa tujuan bahkan keteguhan tak berdiri tegak. Namun dengan penuh kesadaran sebagai buah yang tumbuh di hati, maka aku berjanji untuk kembali menjadi cerdas dan kuat dalam mempelajari dan meraih surga di kakinya kembali.
3. Raja Buduh
Sekaa
Teruna Sentana Luhur, Banjar Kelodan, Desa/Kecamatan Tampaksiring, Gianyar pada
tahun 2020 membuat ogoh-ogoh dengan tema raja buduh atau raja gila. Tema ini
diangkat lantaran baik di Bali maupun di luar Bali, mulai ada kemunculan
raja-raja baru pasca-kemerdekaan yang mengundang kontroversi. Fenomena itulah yang
kemudian diangkat oleh pemuda di Banjar Kelodan, Desa/Kecamatan Tampaksiring.
Ogoh-ogoh
berukuran jumbo itu dibuat menyerupai manusia besar. Sosok itu duduk di sebuah
kursi berukir dengan wajah seram. Guratan yang detail menjadikan ogoh-ogoh itu
mengundang decak kagum. Banyak masyarakat yang sengaja datang ke Tampaksiring
hanya untuk melihat langsung ogoh-ogoh yang dibuat di balai Banjar setempat.
Konseptor
ogoh-ogoh raja buduh, Ida Bagus Nyoman Surya Wigenam atau yang akrab disapa
Gusman Surya. Ia mengaku konsep itu sebetulnya akan dibuat pada 2019. Namun
karena ada suatu hal, maka tahun 2019 dibuatlah ogoh-ogoh berkonsep Dewi Durga.
Sehingga ogoh-ogoh raja buduh baru kesampaian dibuat pada 2020.
Gusman
pun mengaku tidak ada niatan untuk menyindir siapapun. Pembuatan ogoh-ogoh ini menggunakan
50 batang bambu, 300 sisiran bambu, dan 200 anyaman bambu dan dibuat selama 2
bulan. Sebanyak 50-an pemuda di Banjar itu bahu membuat karya seni itu. Yang
ditonjolkan dalam karyanya adalah anatomi dari tubuh manusia.
Dalam berkarya, Gusman tidak mengedepankan sinopsis dalam ogoh-ogoh. Namun, lebih menonjolkan visualisasi, karena ogoh-ogoh terlihat seram jika visualiasinya digarap secara serius. Apalagi sejak tahun 2015, pemuda Banjar itu lebih menonjolkan anatomi karya.
4. Tedung Agung
Tedung
Agung merupakan ogoh-ogoh dengan menggunakan mesin dimana ogoh-ogoh ini bisa
berdiri dan berjongkok. Ogoh-ogoh ini dibuat oleh Sekaa Teruna Yowana Saka
Bhuwana, Banjar Tainsiat Denpasar. Konseptornya adalah I Nyoman Gede Sentana
Putra atau yang akrab disapa Kedux Garage.
Kedux
menjelaskan inspirasi Tedung Agung datang saat merasakan cuaca saat itu yang
kontras. Beberapa bulan, suhu udara di Bali sempat panas menyengat. Namun, saat
mengikuti kompetisi otomotif di Jepang awal Desember 2019, Kedux merasakan
udara di sana sangat dingin dan berbeda dengan cuaca di Bali.
Di
sanalah kemudian ia terbersit tentang payung yang dalam bahasa Balinya disebut
tedung atau pajeng, yang bisa digunakan baik saat cuaca panas atau ketika hujan
turun.
Tedung
Agung merupakan konsep ogoh-ogoh yang jika diambil maksud filosofinya merupakan
penyeimbang dunia. Jika dikaitkan dengan situasi kekinian maka Tedung Agung ini
sejalan dengan Konsep kosmologi Tri Hita Karana yang merupakan falsafah yang
dapat memayungi atau melindungi dan melestarikan keaneka ragaman budaya
dan lingkungan di tengah derasnya hantaman globalisasi dan homogenisasi tanpa
mengenyampingkan nilai-nilai ketuhanan
Selain itu, jika Tedung dilihat dari konsep kepemimpinan, Tedung itu sendiri melambangkan sosok yang mengayomi masyarakatnya dan jari-jari yang mengembang pada setiap Tedung merupakan melambangkan gotong royong yang terfokus pada satu poros yang merupakan satu titik tujuan.
Bulat pada Tedung merupakan falsafah dari
keseimbangan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini yang
meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan
hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Inti dari konsep
ini dimana pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya
sehingga mampu membentengi diri dari sifat-sifat hidup manusia yang modern yang
lebih mengedepankan individualisme dan materialisme.
Begitu juga sebaliknya, sifat kemurkaan tedung agung akan muncul apabila manusia dalam menjalankan hidupnya tidak berlandaskan atas nilai-nilai kemanusiaan yang selalu astiti bakti terhadap Tuhannya , tidak menjaga kelestarian lingkungannya serta selalu berkonflik antar sesamanya sehingga secara tidak langsung akan menyebabkan bencana di dunia
5. Pengadangadang
Ogoh-ogoh
berjudul Pengadangadang merupakan karya dari Sekaa Teruna Tunas Muda Banjar
Dukuh Mertajati Sidakarya Denpasar. Adapun bahan dasar dari ogoh-ogoh ini
adalah kardus bekas, koran bekas, dan ulatan bambu. Anggaran untuk pembuatan
ogoh-ogoh ini senilai Rp 40 juta.
Untuk
membuat ogoh-ogoh utama yang berlapis kuaci juga menghabiskan lebih dari 10
kilogram. Untuk ogoh-ogoh figuran yang berlapis wijen menghabiskan sebanyak 14
kilogram. Ogoh-ogoh ini memiliki panjang 9 meter, tinggi 5 meter dan terdiri
jadi 3 bagian. Diantaranya bagian kelahiran, kehidupan, kematian.
Terdapat
7 karakter dalam ogoh-ogoh yaitu karakter Garuda sebagai ogoh-ogoh utama dan 6
karater ogoh-ogoh figuran yang memiliki 6 sifat yang harus dilawan atau ‘Sad
Ripu’. Yaitu karakter kerbau, bunglon, anjing, monyet, buaya, dan tikus.
Karakter
kerbau yang menggambarkan sifat dungu, karakter bunglon menggambarkan sifat
yang tidak teguh pendirian dan berubah-ubah, karakter anjing yang menggambarkan
sifat banyak bicara. Karakter monyet menggambarkan sifat suka mengolok-ngolok
dan suka berbohong, karakter buaya menggambarkan sifat yang tidak bisa menahan
nafsu, dan karakter tikus yang menggambarkan sifat yang rakus. (TB)