Masjid Nuruh Huda Gelgel, Masjid Pertama di Bali. Ist Agama mayoritas di Bali adalah agama Hindu. Meskipun demikian, penganut agama Hindu ...
Masjid Nuruh Huda Gelgel, Masjid Pertama di Bali. Ist |
Agama
mayoritas di Bali adalah agama Hindu. Meskipun demikian, penganut agama Hindu
di Bali hidup harmonis dan berdampingan dengan agama lainnya khususnya agama
Islam. Bahkan oleh umat Hindu Bali, umat Islam ini disebut dengan nyama selam
atau saudara Muslim.
Di
setiap ada kegiatan bahkan mereka saling bahu-membahu seperti halnya ada
kegiatan umat Muslim ada keterlibatan pecalang Bali, demikian juga ada tradisi
ngejot baik yang dilakukan umat Hindu maupun Muslim saat hari raya besar
seperti Galungan maupun Idul Fitri.
Lalu
bagaimanakah sejarah kedatangan agama Islam ke Bali?
Diketahui,
Islam datang pertama kali dan menetap di daerah Klungkung. Dimana setelah
runtuhnya Kerajaan Majapahit di Jawa, Klungkung merupakan kerajaan Hindu yang
terbesar di Bali.
Dikutip
dari buku Islam di Bali; Sejarah Masuknya Agama Islam ke Bali yang disunting M.
Sarlan disebutkan, sekitar tahun 1500 datanglah Raja Dalem Ketut yang merupakan
saudara dari Raja Dalem Pasuruan yang masih termasuk dinasti Majapahit dari
Jawa ke Bali.
Kedatangannya
ke Bali pada waktu itu, karena Majapahit sudah masuk Islam. Di Bali, kemudian Raja
Dalem Ketut mendirikan kerajaan di Klungkung.
Tak
lama kemudian datanglah Ratu Dewi Fatimah dari Majapaihit yang telah menjadi seorang
muslimah.
Ratu
Dewi Fatimah, selain sebagai saudara sepupu, adalah kekasih Raja Dalem Ketut
sewaktu masih di Jawa. Oleh keyakinan agamanya dan cintanya kepada Raja Dalem
Ketut, maka Ratu Dewi Fatimah datang ke Klungkung dengan beberapa tujuan.
Pertama
Fatimah berusaha mengajak Raja Dalem Ketut memeluk agama Islam. Kedua ia
bersedia menjadi Istri Raja Dalem Ketut setelah Raja Dalem Ketut menjadi
muslim, dan ketiga bersama Raja Dalem Ketut mendirikan kerajaan Islam.
Usaha
Ratu Dewi Fatimah itu gagal, karena yang sedianya untuk mengkhitan Raja Dalem
Ketut, ternyata tidak mampu memutuskan bulu kaki Raja Dalem Ketut pada saat
dicobakan.
Karena
kegagalannya tersebut, Fatimah kembali ke Loloan Jembrana yang merupakan tempat
mendarat pertama di Bali saat dari Jawa. Setelah Ratu Fatimah meninggal, para
pengiringnya kemudian kembali ke Gelgel, Klungkung dan mendirikan pemukiman di
sana. Sejek itulah di Gelgel terdapat pemeluk agama Islam.
Raja
Dalem Ketut yang bertemu dengan Ratu Dewi Fatimah itu ialah Dalem Ketut Sri Kresna
Kepakisan. Babad Bali menyebutkan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan
beristana di Samprangan, daerah Gianyar. la memerintah di Bali, atas
pengangkatan Gajah Mada dari empat bereaudara.
Yang
tertua menjadi raja di Pasuruan, yang kedua di Belambangan, yang ketiga seorang
wanita yang bernama Sukania atau I Dewa Muter, diangkat di Sumbawa dan yang
bungsu, yaitu raja sendiri diangkat di Bali. Keempat raja ini diangkat
sebagai raja bawahan atau Cakradhara dengan gelar Pangeran atau Prameswarabija.
Ada
juga pendapat lain yang mengatakan bahwa yang mula-mula datang ke intana Gelgel
untuk menghadap Sri Batu Renggong (raja pada waktu itu) ialah Fatahillah atau
Raden Fatah seperti yang ditulis oleh Gora Sirikan dalam buku Kidung
Pamancangah.
Dikatakan
pada tahun Candra Sengkala Sima Ilang Kertaningrat, yaitu tahun saka 1400 atau
tahun Masehi1478, kerajaan Majapahit jatuh, karena diserang pasukan Girindra
Wardhana dan Kediri. Pada kesempatan itulah Raden Fatah, putra Raja Brawijaya,
raja Majapahit terakhir, yang lahir dari seorang Padmi dari Palembang oleh pera
wali dan alim ulama dinobatkan menjadi Sultan Demak. Raden Fatah bersama para
wali selalu berusaha untuk mengembangkan agama Islam, termasuk perkembangan ke
luar Jawa.
Rupa-rupanya
Sultan Demak atau Raden Fatah inilah yang datang ke istana Gelgel di Bali. Raja
Bali pada masa itu bernama Sri Dalem Batu Renggong. Baginda memerintah di Bali
sejak tahun 1460 sampai dengan tahun 1550 Masehi.
Baginda
sangat sakti dan bijaksana mengatur pemerintahan. Hal ini terbukti dari jangka
waktu pemerintahan yang demikian lama. Selain seluruh Bali, wilayah kekuasaannya
meliput Sasak, Sumbawa, dan Blambangan hingga Pugar.
Pada
waktu itu baginda dianggap sebagai musuh yang disegani baik oleh kerajaan
Mataram maupun Pasuruan. Dengan menggunakan politik pendekatan raja raja
pada saat pemerintahannya itu, datanglah serombongan orang Islam ke istana
Gelgel.
“Ternyatalah
waktu itu baginda masih muda, datanglah utusan dari Mekah membawa gunting dan
pisau cukur hendak mengislamkan baginda. Baginda amat marah. Pisau cukur lalu
dicukurkan pada telapak kaki baginda, dan tumpullah pisau cukur itu tak ubahnya
seperti gurinda. Guntingnya diguntingkan pada jari tangan baginda, namun
gunting itu terpisah,” demikian kutipan Kidung Pamancangah.
Dalam
tembang tersebut dikatakan bahwa yang datang ke istana Gelgel adalah utusan
dari Mekah. Tapi jelasnya yang dimaksud adalah orang-orang dari Demak, seperti
yang dikatakan oleh CC. Berg dalam disertasinya: “Propaganda Islam.”
Oleh
kidung Pamancanggah disebut terjadi sebelum tahun-tahun muda Batu Renggong.
Meskipun tidak dari Mekah, tapi pasti dari Demak yang beragama Islam yang tujuannya
untuk menyebarkan agama Islam itu, dengan mempergunakan pisau, terutama peda
tahun tahun terakhir sebelum tahun 1550 Masehi.
Oleh
karena gagal mengislamkan raja, maka rombongan kembali ke Demak. Namun beberapa
orang pengiringnya tanggal di Gelgel. Orang-orang yang tinggal inlah yang
kemudian menurunkan orang-orang Islam di Gelgel.
Sri
Batu Renggong berkuasa di Bali dari tahun 1460-1550 Masehi. Dalam kidung
dikatakan bahwa pada waktu baginda masih berusia muda, datanglah rombongan dari
Demak. Hampir dapat dipastikan bahwa pada waktu itu baginda belum didiksa atau disucikan,
menurut adat kebiasaan agama Hindu, seseorang boleh disucikan setelah berumur
25 tahun. Berdasarkan perbandingan waktu tersebut, dapatlah dikatakan bahwa
kedatangan rombongan dari Demak itu terjadi pada tahun 1460, yaitu semasa
dengan pemerintahan Raden Fatah di Demak. Raden Fatah mendirikan
Demak pada tahun 1458, dan ia disebut sebagai putra Brawijaya, sedangkan ibunya
adalah seorang putri dari Campa.
Sementara
itu, ada juga versi lain masuknya Islam ke Bali. Dilansir dari Historia.id,
dikatakan bahwa masyarakat Muslim di Bali muncul berkat hubungan diplomatik
yang baik antara Majapahit sebagai negara penguasa dengan Bali sebagai negara
vasal atau negara yang dikuasai. Ketika Hayam Wuruk memerintah, Dalem Ketut
Ngelesir (1380-1460), putra raja pertama Samprangan Sri Aji Krisna Kepakisan
alias Dalem Sri Kresna Kepakisan (memerintah 1352), mendapat undangan
berkunjung ke Keraton Majapahit pada 1380-an.
Dalam buku Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang yang ditulis peneliti senior Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Dhurorudin Mashad menceritakan bahwa ketika kembali ke Gelgel, Dalem Ngalesir mendapat pengawalan dari pemerintah Majapahit. Ia diberi 40 orang pengiring yang semuanya beragama Islam dalam perjalanan pulangnya itu. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai tentara, sementara sisanya berkerja sebagai juru kapal dan juru masak.
Setelah
sampai, 40 orang Islam itu enggan kembali ke wilayah Majapahit dan memilih
untuk tinggal di Bali. Akhirnya oleh Dalem Ngalesir mereka diberi satu daerah
pemukiman khusus di Gelgel. Keempat puluh orang itu pun diperintahkan mengabdi
kepada Kerajaan Gelgel, tanpa syarat apapun. Artinya mereka tidak harus
berpindah kepercayaan mengikuti agama yang berkembang di Gelgel. Sehingga
praktis agama Islam pun memulai perjalanannya di Bali.
Komunitas
Muslim pertama Bali itu lalu membangun masjid di Gelgel, yang sekarang dikenal
sebagai masjid tertua di tanah Bali yakni Masjid Nurul Huda Gelgel. Sehingga hingga saat ini umat Muslin hidup berdampingan dengan rukun di sana. (TB)