Ist Pohon yang dianggap keramat dan mistis ini hanya ada di Bali. Usia pohon ini diperkirakan sudah 11 abad atau lebih dari seribu tahun. ...
![]() |
Ist |
Pohon
yang dianggap keramat dan mistis ini hanya ada di Bali. Usia pohon ini
diperkirakan sudah 11 abad atau lebih dari seribu tahun. Namanya adalah Pohon
Taru Menyan yang ada di desa Trunyan, Kintamani, Bangli, Bali.
Pohon
ini konon yang tertua di Bali dan masih bisa tumbuh hingga sekarang. Penduduk
setempat meyakini bahwa pohon ini tidak hanya pohon biasa yang tumbuh dengan
mengambil nutrisi dari alam tapi juga dari mayat yang ada di bawahnya.
Terkait
keberadaan pohon ini tak bisa dilepaskan dari sejarah lahirnya Desa Terunyan. Dilansir
dari website Desa Terunyan dikisahkan pada suatu hari beberapa abad yang lalu
di Puri Dalem Solo, yang berada di pulau Jawa tercium bau yang sangat harum
sekali.
Bau
harum yang luar biasa tersebut menarik perhatian empat orang anak dalem Solo
untuk mengembara mencari sumbernya. Dalam pengembaraan itu tanpa disadari
akhirnya mereka tiba di pulau Bali.
Setibanya
di kaki selatan gunung Batur, anak dalem Solo yang wanita berkeputusan untuk
tidak melanjutkan perjalanan. Sementara itu, ketiga saudara laki-lakinya
melanjutkan pengembaraan mereka menyusuri tepi danau Batur.
Saat
mendengar suara burung saudara termuda mereka pun kegirangan. Saking girangnya
ia sampai berteriak. Akan tetapi perbuatan tersebut membuat kakak tertuanya
marah. Kakaknya lalu menendangnya sampai jatuh bersila.
Setelah
menendang adiknya keduanya pun pergi meninggalkannya. Kedua saudara tersebut
pun melanjutkan perjalanan.
Oleh
karena sangat senang bertemu dengan manusia, anak kedua dari saudara itu
menyapa orang tersebut. Kelakuan adiknya tersebut membuat si kakak tidak
senang. Akhirnya ditinggalkanlah adiknya di tempat tersebut.
Setelah
meninggalkan adik-adiknya di desa-desa itu, putra dalem Solo yang sulung
melanjutkan perjalanannya ke arah utara. Akhirnya ia tiba disebuah dataran
tempat ditemukannya seorang Dewi yang teramat menggiurkan hati mudanya. Dewi
ini pada waktu ditemukan berada di bawah pohon besar yang bernama taru menyan,
sumber bau harum tersebut yang dicari selama ini.
Perasaan
birahi jejakanya segera bangkit dan diluar kekuasaannya lagi sang Dewi segera
disenggamai. Setelah tersalurkan birahinya, si pemuda petualang itu pun pergi
menghadap kakak sang dewi untuk meminang adiknya. Kakaknya menyetujui, dan
akhirnya mereka pun menikah. Upacara perkawinan pun digelar.
Setelah
upacara perkawinan mereka selesai, tempat yang mereka diami berangsur-angsur
berkembang menjadi kerajaan. Kemudian karena kawatir kerajaan mereka akan
diserang oleh orang luar yang terpesona bau semerbak yang keluar dari pohon
taru menyan tersebut, maka sang permaisuri memerintahkan untuk menghilangkan
bau semerbak itu.
Caranya
yakni dengan memerintahkan agar jenazah-jenazah orang di sana tidak lagi
dikubur, melainkan dibiarkan membusuk di bawah udara terbuka.Itulah sebabnya,
maka sejak itu, pohon itu tidak lagi mengeluarkan bau semerbak yang tercium
hingga jauh. Sebaliknya jenazah-jenazah penduduk yang dibiarkan membusuk di
udara terbuka di daerah pemakaman sema Wayah tidak mengeluarkan bau busuk.
Pohon
yang menguarkan bau menyan itu diyakini mampu menghilangkan bau tak mengenakkan
dari jenazah yang diletakkan tanpa dikubur tersebut. Banyak orang menuturkan
keberadaan pohon Taru Menyan itulah yang menjadi cikal-bakal Desa Trunyan.
Selain
itu, dilansir dari Indonesia.go.id, sebuah legenda mengatakan ada seorang dewi
yang turun dari langit karena terpikat oleh bau harum pohon Taru Menyan. Di
bumi, dia mencari sumber bau harum tersebut. Lalu didapatilah pohon Taru Menyan
itu. Singkat cerita, dewi tersebut kemudian menjadi penguasa Danau Batur
bernama Ratu Pingit Dalam Dasar.
Hingga
saat ini jenazah warga desa yang meninggal tidak melalui ritual ngaben atau
dikremasi, melainkan dibawa ke sebuah tempat lalu diletakkan dan dibiarkan
terurai secara alami. Prosesi ini dinamakan mepasah atau kubur angin. Model
pemakaman ini telah dilakukan secara turun-temurun.
Adapun
mereka yang menjalani prosesi mepasah adalah orang-orang yang meninggal secara
normal, misalnya menderita sakit ataupun lanjut usia. Kategori jenazah yang
mepasah yaitu orang-orang yang telah berumah tangga, bujangan (teruna), gadis
(debungan), dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal (meketus).
Sedangkan
bagi mereka yang meninggal dengan cara-cara yang dianggap tidak wajar,
contohnya korban pembunuhan, bunuh diri, maupun orang-orang yang jasadnya tidak
sempurna mungkin karena suatu penyakit atau kecelakaan, dimakamkan dengan cara
dikebumikan.
Ada
tiga area permakaman yang lokasinya terpisah di Desa Terunyan ini. Yang pertama
adalah Sema Wayah. Area permakaman yang berada di utara desa induk Trunyan ini
adalah tempat bagi jasad yang meninggal secara wajar. Mereka dimakamkan secara
mepasah.
Jenazah-jenazah
tersebut dibaringkan dalam sebuah tempat berbentuk segitiga yang terbuat dari
rangkaian bambu. Fungsi bambu ini untuk melindungi jasad agar terhindar dari
binatang.
Di
Sema Wayah hanya terdapat tujuh tempat pembaringan. Jika ada yang meninggal,
tetapi tempat pembaringannya sudah penuh, maka jenazah yang paling lama akan
dipindah. Sebelum jenazah lama dipindah, warga akan melakukan sembahyang untuk
memohon izin.
Barulah
tulang belulang itu diletakkan di sebuah tempat di bawah pohon suci, kemudian
dijejerkan bersama kerangka lainnya. Bagi jenazah yang proses meninggalnya
dianggap tidak wajar, disemayamkan di Sema Bantas. Lokasinya berada di tenggara
desa induk Trunyan.
Sedangkan
di Sema Nguda menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi orang-orang yang
belum menikah dan anak-anak meketus. Mereka dimakamkan secara mepasah.
Di
sini juga terdapat area permakaman bagi bayi yang belum memasuki tahap meketus.
Namun, jenazah mereka dikuburkan. Sema Nguda berada di antara Sema Wayah dan
desa induk Trunyan.
Meski
jenazah-jenazah yang mepasah hanya dibaringkan begitu saja, tetapi tidak
tercium bau tak sedap di area permakaman tersebut. Konon, ini karena adanya
pohon Taru Menyan yang tumbuh besar di tempat itu. (TB)