Suku Sentinel. Sumber Gambar Internet Meski saat ini umat manusia sudah terhubung antara satu dengan yang lainnya tanpa sekat karena kemaj...
Suku Sentinel. Sumber Gambar Internet |
Meski
saat ini umat manusia sudah terhubung antara satu dengan yang lainnya tanpa
sekat karena kemajuan teknologi, namun ternyata masih ada beberapa masyarakat
yang terisolasi ataupun mengisolasi diri. Mereka berkumpul dalam
kelompok-kelompok kesukuan dan masih primitif.
Beberapa
di antara suku-suku ini sangat menolak interaksi dengan orang di luar suku
mereka. Tak jarang, mereka bertindak agresif dan ganas. Berikut adalah 7 suku
primitif yang masih terisolasi di dunia.
1. Suku Fleicheros
Suku
Fleicheros merupakan nama salah satu suku yang berada di bagian barat Brazil, tepatnya
tinggal di sepanjang Sungai Jandiatuba. Suku ini dikenal karena kemampuan
mereka dalam menggunakan dart (anak panah mini) beracun sebagai senjatanya. Dipercaya
mereka tidak pernah memiliki kontak dengan orang luar. Menurut kabar, anggota
mereka ada sekitar 30-an orang.
Kemudian,
ada emas ditemukan di sekitar permukiman mereka. Mereka pun merasa terusik. Suku
Fleicheros jadi sering bertemu dengan para penambang emas. Pada 2017 ada dua
penambang emas yang dibantai habis-habisan oleh suku ini. Jenazah mereka lalu
dimutilasi, sebelum mayatnya dibuang ke sungai.
2. Suku Sentinel
Suku
ini merupakan penghuni dari Pulau Sentinel Utara, Teluk Bengal, India. Anggota
suku ini telah mengisolasi diri dari dunia luar sejak 55 ribu tahun yang lalu. Digambarkan,
jika suku ini sebagai suku yang buas dan terbelakang. Bahkan suku ini menolak
keras apa pun yang datang dari luar termasuk bantuan makanan.
Suku
ini terdiri dari para pemburu, mengingat mereka memang bertahan hidup dengan
cara memburu hewan di pulau tersebut. Senjata yang mereka gunakan adalah busur
dan tombak. Diperkirakan, ada sekitar 250 hingga 500 anggota anggota suku
primitif ini.
Saat
tsunami melanda Aceh pada tahun 2004, Kepulauan Andaman, termasuk Sentinel
Utara, menjadi salah satu yang terdampak. Waktu helikopter penyelamat terbang
rendah di atas pulau untuk memastikan keselamatan para anggota suku dan
mengirimkan bantuan, anggota suku justru bergegas mengarahkan anak panahnya ke
helikopter sebagai tanda bahwa mereka tidak menerima kehadiran orang luar.
Selain
itu, bahasa suku Sentinel yang belum diketahui menandakan bahwa suku ini sangat
jarang berinteraksi dengan dunia luar. Pemerintah India pun melarang setiap
orang mendekati Pulau Sentinal Utara ini.
3. Suku Mursi
Suku
ini tinggal di sekitar Danau Turkana dan Lembah Omo di Selatan Ethiopia. Mereka
percaya jika bayi laki-laki dilahirkan untuk jadi prajurit kuat. Kepercayaan
mereka adalah pemujaan terhadap nyawa-nyawa dari orang yang telah mati,
sehingga mereka yang mati dalam pertempuran akan sangat dihormati.
Agar
bisa lolos dalam ujian pendeawasaan, para pria harus membuktikan jika mereka
lihai menggunakan tongkat untuk bertarung. Pertarungan antar pria juga
dilakukan sebelum menikah demi seorang wanita. Setelah menikah, sang pria
lantas harus mencuri sapi dari suku tentangga.
Beberapa dari mereka masih menggunakan kayu atau bambu untuk bertarung. Namun tak sedikit dari mereka yang sudah mulai memiliki senjata api yang didapatkan dari pertukaran dengan sapi.
4. Suku Yaifo
Suku
Yaifo tinggal di kaawasan Papua Nugini bagian tengah tepatnya di Sepik Timur,
Pegunungan Tengah Papua Nugini. Saat petualang Inggris Benedict Allen melakukan
kontak dengan suku tersebut 1988 lalu, dia disambut dengan pertunjukan tari
dengan busur dan panah. Allen juga dipaksa melakukan upacara inisiasi enam
minggu di mana dia dipukuli setiap hari.
Allen
yang jadi saksi hidup kengerian suku Yaifo, menceritakan jika dirinya begitu
terkesan dengan kemampuan para anggota suku ini untuk berjalan dengan cepat di
batang pepohonan, tanpa alat pengaman apapun. Sementara itu, para wanita
dilatih untuk jadi mata-mata.
Untuk
tiba di teritori suku ini, bisa menyusuri sungai selama sebulan lamanya. Atau
jika berjalan kaki bisa mencapai 6 minggu melewati hutan yang sangat berbahaya.
Tak heran jika suku Yaifo begitu terisolasi dari dunia luar.
5. Suku Korowai
Suku
Korowai merupakan salah satu suku primitif yang berada di Indonesia tepatnya di
Papua. Mereka tinggal di sebuah rumah pohon yang sangat tinggi, dimana
tingginya bisa mencapai 80 kaki atau 50 meter.
Alasan
utama mereka membuat sebuah rumah pohon yang sangat tinggi adalah karena
ketakutan suku Korowai terhadap serangan 'laleo' atau iblis yang kejam. Makhluk
ini dipercaya berjalan seperti mayat hidup yang berkeliran pada malam hari,
mencari kerabat mereka.
Saat
ini, populasi dari Suku Korowai ada sebanyak 3.000 orang. Namun, keberadaan
mereka saat ini sangat jarang ditemui. Mereka tidak terbuka terhadap dunia
luar, bahkan mereka hanya mengetahui kelompok mereka saja. Rumah pohon Suku
Korowai ini merupakan rumah pohon tertinggi di dunia.
Dulunya,
suku ini juga kanibal alias memakan daging manusia. Beberapa peneliti percaya
jika hal itu juga masih dilakukannya hingga sekarang.
6. Suku Surma atau Suri
Suku
Surma atau Suri tinggal di Zona Bench Maji di Etiopia. Suku ini dianggap
sebagai salah satu yang paling berbahaya bagi orang luar, lebih-lebih setelah
mereka punya senjata api otomatis yang mereka dapatkan selama Perang Sipil
Sudan.
Suku
Suma juga sangat lihai dalam pertarungan fisik menggunakan tongkat yang mereka
sebut sebagai sagine. Bahkan ada adat di mana dua pria harus saling bertarung
demi mendapatkan seorang wanita, hingga salah satu dari mereka mati.
Ketika
para dokter Rusia mengunjungi suku ini pada 1980-an, mereka berpikir para
dokter itu sebagai mayat hidup berjalan karena warna kulit mereka.
7. Suku Mashco-Piro atau Cujareno
Suku ini tinggal di wilayah Madre de Dios, Peru. Masyarakat Madre de Dios yang sering masuk ke dalam hutan beberapa kali sering bertemu suku Mashco-Piro. Pertemuannya biasanya baik-baik saja, meski bahasa mereka tidak dimengerti. Kadang, orang-orang yang bertemu suku Mashco-Piro memberikan pakaian dan makanan.
Tapi sayang, belakang suku Mashco-Piro malah bertindak agresif. Pada 2010, mereka melukai seorang remaja dengan tombak dan di 2012 membunuh seorang pemandu wisata lokal dengan panah.
Pada 2015, pemerintah Peru mencoba menjalin kontak dengan mereka dengan asumsi bahwa suku ini terlihat semakin terbuka terhadap masyarakat luar. Mereka hidup di dalam hutan, dengan berburu dan tanpa menggenakan pakaian. Pria dan wanitanya hanya menggenakan cawat saja, bahkan yang wanita masih bertelanjang dada. (TB)